Senin, 03 Juni 2013

Perempuan Misterius (Bagian 1)



Kampus Universitas Indischenesie kembali digemparkan oleh berita hilangnya seorang mahasiswi yang menuntut ilmu di sana. Mahasiswi terakhir yang menghilang itu bernama Donna, yang telah hilang kurang lebih seminggu ini. Keberadaan Donna sampai saat ini masih belum diketahui apakah ia hidup atau sudah meninggal. Hanya kabarnya orang tua Donna sudah melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian.

Kejadian ini sudah berlangsung untuk yang keempat kalinya. Semua yang menghilang secara misterius adalah mahasiswi tanpa dapat diketahui ke mana rimbanya. Adalah hal yang aneh karena kalaupun mereka dibunuh pasti mayatnya sudah ditemukan. Tapi mereka menghilang bagai ditelan bumi. Hilang begitu saja setelah pergi ke kampus dan tidak pernah kembali ke rumah.

***

Angel, mahasiswi semester empat. Dengan berjalan perlahan berusaha mencuri dengar atas apa yang sedang terjadi di kampusnya. Bulu kuduk gadis itu pun berdiri mendengar cerita-cerita aneh penuh mistis yang ia dengar dari kerumunan orang-orang disekitarnya. Tapi sudahlah, ada yang lebih penting dari semua itu. Hari ini nilai ujian mata kuliah ekonomi mikro tampaknya sudah terpampang di papan pengumuman. Angel pun melangkah cepat menuju papan pengumuman untuk melihat hasil nilai ujiannya.

Dengan mata terbelalak Angel memperhatikan nilai-nilai ujian yang terpampang pada papan pengumuman di depannya. Gadis itu hampir tak percaya apa yang dilihat dan dibacanya. Sambil mengucek-ngucek matanya, menatap nilai di depannya. Mata kuliah ekonomi mikro yang diambilnya tidak berubah, ia tetap mendapat nilai D. Setelah 3 kali mengulang mata kuliah tersebut, kenapa tidak juga lulus?

“Hmm….aku harus menemui pak Rahmat untuk mendiskusikan hal ini,” Kata Angel dalam hati. Pak Rahmat adalah dosen untuk mata kuliah ekonomi mikro tersebut.

Angel pun langsung bergerak menuju ruangan pak Rahmat. Sambil mengumpulkan seluruh keberanian yang ada pada dirinya, gadis itu bermaksud untuk menanyakan langsung kenapa ia selalu saja gagal dalam mengikuti mata kuliah tersebut.

Angel mengetuk pintu ruangan pak Rahmat. Tapi tidak ada jawaban. Ia pun kemudian mengetuk lagi dengan agak keras baru kemudian terdengar suara dosen killer itu dari dalam.

“Ya…masuk,”suara pak Rahmat terdengar dingin dan berwibawa. Dengan perasaan gugup gadis itu memasuki ruang dosen tersebut.

Di dalam ruangan, gadis itu berjalan dengan perlahan dengan kepala tertunduk. Kemudian mengambil tempat duduk tepat di depan meja kerja dosen tersebut. Pak Rahmat memandangnya dengan tajam dan dingin.

“Ya, ada keperluan apa ?” Tanya pak Rahmat tanpa ekspresi. Sejenak Angel hanya terdiam, karena tiba-tiba pikirannya kosong. Ia tidak tahu harus memulai darimana. Ia tidak ingin pak Rahmat berpikir dirinya menghadap dosen itu untuk mengemis-ngemis nilai.

“Begini pak, saya sudah berusaha semaksimal mungkin agar lulus mata kuliah ekonomi mikro. Tapi usaha maksimal saya tampaknya tidak membuahkan hasil pak…, saya tetap saja mendapat nilai D,” Angel berkata dengan bertubi-tubi. Dosen itu hanya diam saja sambil memandangnya.

“Apa yang harus saya lakukan pak?” tanya Angel kemudian. Pak Rahmat masih tetap diam dan seolah-olah tidak peduli atas apa yang dikemukakan Angel.

“Ya sudah, saya akan memberimu tugas tambahan agar nilaimu lulus. Tapi minimal saya hanya bisa memberimu nilai C.” Kata pak Rahmat kemudian.

“Baik pak, akan saya kerjakan sebaik-baiknya,” Kata Angel dengan sigap.

“Tapi tugas itu harus selesai hari ini juga,” kata pak Rahmat pada Angel. Gadis itu langsung melotot.

“Astaga!!!” Angel berteriak dalam hati. Harus hari ini juga mengumpulkan tugas tambahan hanya untuk
mendapatkan nilai C. Tapi ya sudahlah, apa boleh buat.

“Nanti kau kumpulkan tugasmu dimeja saya, dan harus terkumpul hari ini juga,” Kata pak Rahmat.

Dengan segala kemampuan yang ada, Angel berusaha mengerjakan tugas yang diberikan pak Rahmat di perpustakaan kampus. Tanpa sadar hari mulai gelap. Dan kampus mulai sepi. Dengan tergesa-gesa gadis itu menyelesaikan tugas yang diberikan pak dosen. Ia pun meninggalkan perpustakaan menuju ruangan pak Rahmat.

Di bangku depan ruangan pak Rahmat, tampak seorang pemuda sedang duduk sendiri. Kepala pemuda tersebut menunduk seperti sedang tertidur. Angel kemudian mengetuk pintu ruang kerja dosen itu. Tampaknya ruangan itu kosong. Pada saat Angel berusaha membuka pintunya, ternyata terkunci. Ini berarti pak Rahmat sudah meninggalkan kampus.

“Sepertinya kosong kak, pak Rahmat mungkin sudah pulang…saya juga dari tadi menunggunya,” kata pemuda itu tiba-tiba. Angel langsung kecewa, karena bila tugas ini tidak dikumpulkan sekarang berarti ia harus menunggu sampai semester depan untuk mengulang kembali mata kuliah ekonomi mikro.

“Maaf, kira-kira tahu tidak rumah pak Rahmat ?” Angel pun berbicara pada pemuda tak dikenalnya itu.

“Saya tahu rumahnya kak, tapi agak jauh dari sini. Tepatnya dekat hutan buatan kira-kira berjarak 2 km dari kampus ini.” Kata pemuda tersebut menjelaskan.

Aneh, siapakah pemuda ini ? Sepertinya dia bukan mahasiswa sini, pikir gadis itu. Pemuda itu berperawakan kurus, dengan potongan rambut yang hampir menutupi wajahnya. Dan pada saat pemuda itu menengadahkan wajahnya untuk berbicara pada Angel, terlihat kulit mukanya yang pucat dan lingkaran hitam di bawah matanya. Walaupun agak takut-takut terhadap orang yang tak dikenalnya Angel berusaha tenang. Dengan segala keberanian dan menepis keraguan, gadis itu lalu minta diantar ke rumah pak Rahmat.

“Kamu bisa antar saya? Tugas ini harus terkumpul hari ini,” Kata Angel kemudian dengan harap-harap cemas.

“Tapi saya tidak membawa motor kak. Kalo mau kita bisa naik angkot sampai ujung jalan kemudian melanjutkan memasuki hutan buatan dengan berjalan kaki,” Kata pemuda itu menjelaskan.

Angel benar-benar bingung. Antara ke rumah pak Rahmat atau pulang saja ke rumah. Perasaannya tidak enak karena harus jalan berdua dengan orang yang tidak dikenalnya. Masalahnya mereka harus memasuki area hutan buatan dan menurut kasak kusuk warga sekitar, daerah tersebut terkenal angker. Khabarnya para mahasiswi yang menghilang terakhir kali terlihat disekitar hutan buatan tersebut.

Tapi tekad Angel sudah bulat. Ia yakin selalu dalam lindungan Tuhan. Gadis itu juga bukan seorang yang penakut, dan lagi ia bisa beladiri. Tidak percuma selama ini Angel ikut kegiatan Tae Kwon Do dan sudah mengantongi sabuk hitam. Jadi tidak ada alasan buat Angel untuk takut.

“Tapi jangan khawatir kak, saya juga tinggal disekitar situ. Jadi saya sudah mengenal dengan baik setiap sudutnya,” kata pemuda itu menambahkan.

“Oh .. Iya ngomong-ngomong siapakah namamu?” Angel mengulurkan tangannya mengajak berkenalan.

“Nama saya Doni kak.., mahasiswa semester dua,” Kata pemuda tersebut. Pantas saja Angel jarang melihat karena ternyata pemuda itu adik kelasnya.

Akhirnya mereka berdua meninggalkan kampus Universitas Indischenesie menuju ke rumah pak Rahmat.

_____________

Lanjutan : Perempuan Misterius (Bagian 2)

Sang Reporter



Pagi ini cerah sekali, secerah hati Desi yang akan bersiap-siap pergi bekerja seperti biasa. Desi adalah seorang wanita single yang sukses dalam kariernya. Sebagai seorang owner sebuah majalah ternama Ibukota, hari ini Desi ada schedule mewawancarai seorang pengusaha sukses dan juga seorang publik figur.

Desi pun mulai mempersiapkan dirinya. Dia memutuskan mengenakan setelan baju rancangan seorang perancang busana terkenal. Sambil mematutkan dirinya di muka cermin diambilnya sebuah bedak made in Japan yang sangat mahal dan Desi pun mulai memoles wajahnya yang sudah cantik. Kecantikannya semakin terpancar karena serbuk-serbuk bedak itu menempel dengan sangat sempurna. Wajahnya menjadi semakin berkilauan bak pualam. Selanjutnya dioleskannya lipstik warna Salem di bibirnya yang mungil dan sebagai sentuhan terakhir Desi menyemprotkan parfume merek terkenal berharga jutaan rupiah kesekujur tubuhnya.

Setelah merasa cukup berdandan, Desi kemudian melangkahkan kakinya menuju ruang makan. Sarapan pagi ini adalah secangkir coffee milk dan sekerat chicken sandwich. Sambil mendengarkan alunan musik yang terdengar dari sebuah channel radio ternama, Desi menikmati menu sarapannya.

“Sudah saatnya aku pergi beraktifitas sekarang,” kata Desi pada dirinya sendiri.

Desi pun bergegas meninggalkan ruangan apartment mewahnya. Setelah mengunci pintu apartment Desi bergegas menuju lift kemudian menanti driver yang membawa mobil mewah miliknya di lobby apartment. Desi duduk di sebuah sofa sambil menunggu. Tak lama kemudian sebuah Mencedes Benz E Class keluaran terbaru berhenti di depan pintu Lobby Apartment lalu seorang driver  membukakan pintu kanan belakang mobil mewah tersebut dengan sikap yang sangat sopan. Desi pun bergegas menuju mobil tersebut lalu mengangguk dan tersenyum sambil masuk ke dalam mobil pribadinya.

Di dalam mobil yang sangat sejuk dengan diiringi musik instrument, Desi mempersiapkan pekerjaannya dengan dibantu Laptop kesayangannya. Tiba-tiba terdengar bunyi berdecit kendaraan yang direm secara mendadak.

“Sompreett….liat-liat nape kalo jalan woiiii.” 

Supir Metromini itu bersungut-sungut karena kesal. Hampir saja ia menyerempet seorang pemulung. Desi pun terhenyak lalu diliriknya jam yang melingkari pergelangan tangannya. Wah sudah hampir sampai rupanya untung belum terlambat. Dengan lincah Desi turun dari dalam Metromini dan tanpa sengaja memandang wajahnya yang mengkilap karena bedaknya sudah luntur dari pantulan kaca spion. Untunglah Desi pagi itu mengenakan pakaian yang nyaman. Kemeja tangan pendek yang basah oleh keringat dan celana jeans stretch setengah formil made in China, sehingga dia leluasa bergerak sebagai seorang reporter berita yang baru mulai akan bekerja.

***

Kekasih Abadi Renata



Lelaki itu berlumuran darah. Sebilah pisau dapur tertancap menembus jantungnya. Lelaki itu mengerang, ambruk. Tangannya menggapai meminta pertolongan pada seseorang di hadapannya. Orang itu menyeringai puas memandang lelaki yang sedang sekarat di depannya. Diangkatnya bahu lelaki itu hingga muka mereka saling berhadapan.

“Ini adalah balasan buatmu, keparat…kau telah meniduri kekasihku,” lalu didorongnya badan lelaki sekarat itu hingga ia pun kembali tersungkur di lantai rumah besar itu. Lelaki itu terbunuh dengan mata terbelalak.

Kemudian pembunuh itu menyiram seluruh ruangan dengan bensin kemudian menyiramkannya pula ke sekujur tubuh mayat yang tergeletak bersimbah darah pada lantai yang dingin. Lalu mencabut pisau dapur yang tertancap pada dada lelaki malang itu.

***

Dari surat kabar, Renata membaca berita kematian kekasihnya Dio, yang terpanggang dalam rumahnya sendiri. Wajahnya tanpa ekspresi. Kemudian dia pun melenggang pergi meninggalkan apartemennya. Dan membuang surat kabar yang tadi baru dibacanya ke tempat sampah.


Hari ini Renata kembali bertemu Damara untuk yang kesekian kalinya. Damara kekasih baru Renata. Sambil menyulut sebatang rokok mild Renata menyapu pandangan ke seluruh ruangan out door cafe. Tak berapa lama Damara pun datang. Tanpa basa basi Damara langsung mendekati Renata. Mereka saling berciuman. Lalu Damara duduk di hadapan Renata sambil memandang gadis cantik itu.

“Kamu cantik sekali, sayang,” kata Damara penuh kekaguman. Renata mengibaskan rambutnya yang panjang sebahu, aromanya menebar menyesaki penciuman Damara. Renata mengedipkan mata. Mereka meninggalkan cafe itu. Sambil berjalan menuju parkiran Renata berbisik mesra.

“Ke mana kau akan membawaku sayang?” bisik Renata di telinga Damara.


“Kita akan pergi ke suatu tempat dan bercinta semalaman di mana tidak ada seorangpun akan mengganggu,” kata Damara sambil tertawa.


“Baiklah, tapi aku tidak membawa baju sepotong pun,”  kata Renata kemudian.


“Haahaahaa...kenapa bingung sih, nanti kita mampir untuk membelinya di Mal itu,” kata Damara sambil menunjuk sebuah Mal yang mereka lewati.


Mobil Damara pun langsung berbelok memasuki Mal tersebut dan memarkir kendaraannya. Mereka pun berjalan berpelukan dalam Mal mewah yang sejuk. Renata membeli beberapa lembar pakaian dan lingerie, lalu menuju kasir.


“Totalnya Rp.1.250.000," kata gadis kasir kepada Damara.Tiba-tiba telepon genggam Damara berbunyi, lelaki itu mengangkatnya.


“Sayang...bayar dulu,” kata Renata pada Damara. Lalu lelaki itu memberikan debit card-nya pada Renata.


“Bayarlah sayang, pin-nya 12.02.666," kata Damara sambil berbicara dengan seseorang di ujung telepon.


“Seseorang bernama Frans mengancam membunuhku, bila aku mengganggu kekasihnya,” kata Damara sambil tertawa tawa.


“Frans menelponmu?” kata Renata kemudian. Damara menyeringai.


“Siapa Frans, sayang? Kekasihmu yang lain?” kata Damara acuh tak acuh. Renata hanya mengangkat bahu. 
Kemudian mereka tertawa.

Lalu mereka meninggalkan Mal. Mobil Damara bergerak meninggalkan Jakarta menuju Bandung. Sesampainya di Bandung mereka mencari sebuah villa di sekitar Bandung Selatan. Kemudian Renata menuju ke dapur villa tersebut dan membuatkan Damara segelas orange juice.


“Minum ini sayang, kamu pasti kehausan,” bujuk Renata sambil mengerling pada Damara.


“Baiklah,” kata Damara tanpa ragu diteguknya orange juice pemberian Renata.


Tiba-tiba mata Damara terbelalak. Dipandangnya wajah cantik Renata. Leher Damara terasa terbakar hingga ia tak bisa bicara sepatah katapun. Kemudian lelaki itu berjalan terhuyung lalu ambruk di lantai. Renata menatap Damara yang terjatuh dihadapannya tanpa ekpresi. Tak lama terdengar suara seseorang mengetuk pintu villa. Renata membukanya dan Frans berdiri dengan menyerigai memandang gadis cantik itu.


“Sudah aku bereskan dia, Frans. Sekarang bantu aku membawa Damara ke mobilnya,” kata Renata pada Frans. Mereka berdua pun memapah Damara yang sudah tak bernyawa. Renata mengendarai mobil milik Damara menuju sebuah jurang di kawasan sekitar Kawah Putih yang sepi. Renata lalu menyiram sekujur tubuh Damara dengan Bensin lalu menyulutnya dengan api. Tubuh Damara terbakar. Renata secepat kilat keluar dari mobil. Lalu dari arah belakang Frans mendorong mobil Damara hingga meluncur bebas masuk ke dalam jurang.


“Kita pergi secepatnya dari sini sekarang,” kata Renata pada kekasihnya Frans. Kemudian dengan secepat kilat mobil Frans pun berjalan melesat meninggalkan Bandung menuju Jakarta.


***


Di sebuah apartemen, pagi itu. Frans yang tak lain adalah Fransisca memeluk kekasihnya Renata dengan mesra. Dibelainya rambut Renata lalu diciumnya kekasihnya itu. 
Mereka berdua kemudian membaca berita bunuh diri seorang pengusaha kaya bernama Damara dari surat kabar.

“Renata kekasih abadiku, siapakah korbanmu berikutnya?” bisik Fransisca dengan mesra.


***

Sabtu, 01 Juni 2013

Jus Jeruk Puding Coklat




Pada suatu hari di samping pohon toge. Tampak sepasang kekasih sedang duduk berdua. Rima si cewe sibuk dengan gadget-nya sementara Aby pacarnya hanya bisa mengelus dada. Karena sejak mereka duduk di samping pohon toge itu, Rima sama sekali tidak lepas dari smartphone-nya.
” Bentar ya Bi, tanggung nih..tinggal posting,” Rima rupanya sedang membuat sebuah puisi.

” Rim….”
” Apa, Bi...”

” Puisi yang kamu buat itu buat siapa, Rim?”
” Buat siapa aja yang suka,” Rima melirik Aby.

” Puisi tentang apa dan untuk siapa itu?”
” Aby…Aby…puisi tentang cinta dan untuk siapa saja yang sedang jatuh cinta.”

” Kamu lagi jatuh cinta, Rim?”
” Ngak juga…biasa aja. Kan, aku bilang untuk siapa saja Bi. Kenapa Bi?”
” Pinter nge-les ya kamu, Rim.”

Aby cemburu hanya gara-gara Rima sering membuat puisi. Memang Rima sering menulis puisi dan kemudian di posting di blog pribadinya ataupun blog keroyokan. Di situ pula Rima berinteraksi dengan banyak sekali penulis dan penyuka fiksi.
” Rim...”
” Iya, Aby...”

” Kamu itu seperti kelinci ya?”
” Maksud kamu….?”

” Kamu sepertinya jinak, tapi sangat sulit ditangkap. Hanya bisa dipandang…oh itu ada kelinci.”
” Bisa aja kamu Bi.”

” Kamu pun tidak pernah membuatkan aku sebuah puisi.”
” Oke, aku nanti akan buatkan kamu puisi.”

” Sekarang Rim…gak mau nanti.”
” Belum ada ide Bi.”

” Belum ada ide atau ngak mau? Tergantung niat ya, Rima?” Aby sepertinya mulai gusar.
” Iya..sabar dong sayang.”
” Tapi kalo membuat puisi balasan kamu sempatkan ya Rim?”

” Aby, please deh...puisi balasan itu artinya mereka terinspirasi dari puisi yang sudah aku buat dan sebaliknya. Hanya itu sayang.”
” Pokoknya aku mau kamu buatkan aku puisi sekarang juga Rim.”
” Oke..oke, sekarang juga.” Rima pun bingung. Apa yang harus dia puisi-kan buat Aby. 

Tiba-tiba dilihatnya semangkuk puding coklat dan segelas jus jeruk di atas meja.
” Rima…mana puisi untuk aku, sekarang!”
” Jus jeruk puding coklat...”
” Trus...”
” Jus jeruk puding coklat, aku ingin kau memelukku erat.”

Aby pun menarik tangan Rima hingga ponselnya terjatuh. Lalu dipeluknya Rima erat erat.
” Ini yang kamu mau, Rima.”
” Lepasin Bi, aku gak bisa nafas.”
” Biar saja. Biar kamu mati dipelukanku sayang.”
” Aiihh…”
” Biar ini menjadi puisi terakhirmu dan hanya untukku.”

***