Selasa, 27 Agustus 2013

Dendam Sang Diva



Diva menenggak gelas terakhir chivas yang dipesannya. Entah sudah berapa gelas Diva menenggak minuman beralkohol itu. Gadis berusia 21 th itu baru saja menandatangani kontrak dengan salah satu perusahaan rekaman besar. Diva merasa harus merayakan langkah awal sebagai penyanyi terkenal bersama manager dan teman-temannya. Dengan percaya diri Diva mulai beraksi dengan menari-nari di atas meja sebuah bar. Dengan gayanya yang sensual gadis itu menggoda setiap pengunjung laki-laki di bar tersebut. Diva tidak peduli yang penting dirinya ‘happy’ hingga lupa diri.

Seorang laki-laki memerhatikan Diva dari sebuah meja di sudut bar. Tak lama kemudian laki-laki itu mulai mendekati meja di mana Diva sedang berdiri. Kemudian laki-laki itu mengulurkan tangannya pada gadis itu. Diva langsung tertawa dan hup…gadis itu pun menjatuhkan diri kedalam pelukan laki-laki yang tidak dikenalnya itu. 

“Diva, ayo kita pulang,” kata Monik manager gadis itu.

“Tinggalkan aku Monik,...aku pulang bersamanya, dia ini pacarku,”kata Diva sambil mengerling manja pada laki-laki yang memeluknya. Lalu mereka berciuman.

***

Pagi itu suasana apartemen Diva seperti kapal pecah. Gadis itu tidak ingat lagi apa yang telah terjadi semalam. Kepalanya seperti berputar putar karena efek minuman beralkohol semalam yang sudah membuatnya mabuk berat. Diva kaget karena gadis itu bangun dari tidurnya tanpa menggunakan sehelai benang pun di tubuhnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Tiba-tiba ponsel-nya berdering, dengan malas dilihatnya panggilan yang masuk. Ternyata Monik. Managernya itu rupanya telah menghubungi berulang kali. Di ponsel-nya terdapat 20 panggilan tak terjawab dari Monik. Ponsel kembali berdering, dari Monik.

“Iya Monik, aku sedang bersiap menuju ke sana, aku naik taksi saja tidak perlu dijemput,” kata Diva pada managernya di ujung telepon. Hubungan telepon lalu terputus.

Diva mulai bersiap-siap karena hari ini ada jadwal wawancara exclusive dengan sebuah station TV swasta, Diva seorang penyanyi pendatang baru yang berbakat. Tidak sampai satu jam, Diva pun sudah berada di dalam taxi yang membawanya ke tujuan.

***

Setelah melakukan kegiatan yang sangat melelahkan seharian, Diva lalu memutuskan untuk pulang. Monik mengantarkan Diva hanya sampai di lobby apartemen. Gadis itu langsung turun setelah Monik menceramahinya dengan berbagai aturan. -Diva, kamu harus jaga diri, jangan sembarangan berkencan dengan laki-laki yang tak kamu kenal- ... -Diva kamu harus...harus...harus...harus...-
Aarrrggggghhhhh...Diva menjerit dalam hati. Harus dan harus adalah perkataan Monik yang didengarnya setiap saat.

Dengan langkah gontai gadis itu melangkah masuk kedalam lift. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Ada seorang pria di belakangnya yang turut masuk dalam lift. Kemudian Diva menekan tombol angka 8, lantai di mana dia tinggal. Sesampainya di lantai 8, Diva serta merta keluar lift. Sambil bernyanyi nyanyi kecil Diva menuju ruang apartemen-nya. Sesampainya di depan pintu apartemen, gadis itu lalu mencari -cari kunci dalam tasnya. Tiba-tiba Diva merasakan ada suatu benda dingin menempel pada lehernya. Dan laki-laki dalam lift tadi sedang berdiri tepat di belakangnya.

“Jangan bergerak, buka saja pintunya. Kalau berani berteriak, kamu mati,” kata suara berat di belakangnya sambil menempelkan sebuah belati ke leher gadis itu.
Diva langsung pucat pasi. Gadis itupun serta merta menuruti kemauan laki-laki di belakangnya. Sial sekali hari ini pikir Diva. Gadis itu menyesal telah menolak tawaran Monik untuk mengantarkannya sampai pintu ruang apartemen.

“Tolong, jangan bunuh saya. Kamu boleh ambil apapun yang kamu mau,” kata Diva ketakutan sambil menghiba.

“Buka bajumu,” kata laki-laki itu dingin. Laki-laki itu ternyata Rengga, anak seorang pengusaha terpandang negeri ini. Dan Diva mengenalnya karena laki-laki itu adalah seorang publik figur.

“Saya mengenal Anda. Apakah Anda tidak takut saya melaporkan Anda pada polisi?” Kata Diva dengan mengumpulkan segala keberanian yang ada.

“Buka saja bajumu,” kata laki-laki itu tak peduli.

“Baiklah, tapi tolong singkirkan belati yang menempel di leherku,” kata Diva hampir menangis.

“Sekarang berbaringlah, dan jangan melawan,” kata laki-laki itu sambil melepas pula semua yang menempel pada tubuhnya.

Diva tidak dapat berbuat banyak dan kemudian gadis itu hanya dapat meneteskan air mata. -Aku diperkosa- pikir gadis itu. Setelah kejadian itu Rengga meninggalkannya begitu saja. Perasaan Diva menjadi tidak karuan dan terhina. Gadis itu berniat ingin melaporkan perkosaan yang menimpanya. -Tapi tidak sekarang- pikir Diva. Besok pagi dia harus tampil kembali di salah satu station TV swasta lainnya.

***

Tiga hari berlalu, Diva belum juga berani mengambil tindakan. Diva ragu-ragu dan takut, seandainya dia melaporkan Rengga pasti akan terjadi sebuah skandal besar. Masalah perkosaan adalah hal yang sensitif dan aib terutama bagi wanita. Pasti media akan mem-blow up berita ini besar-besaran. Apalagi hal ini menyangkut orang terkenal seperti Rengga dan keluarganya. Tapi kejadian itu telah membuat Diva menjadi sangat traumatis. Jiwa gadis itu sangat terguncang.

“Silahkan Anda ceritakan bagaimana kejadiannya,” kata penyidik kepolisian. Diva mulai bercerita apa yang dialaminya pada penyidik tanpa terlewat sedikitpun. Gadis itu menceritakan apa adanya, tanpa ditambah atau dikurangi.

“Apakah Anda mengenal laki-laki itu?”

“Tidak, tapi saya tahu dia adalah Rengga anak seorang pengusaha terkenal.”

“Kenapa Anda tidak langsung melaporkan kejadian tersebut, sehingga kami dapat langsung mengambil visum.”

“Karena ada pekerjaan yang harus saya selesaikan. Lagipula saya tidak punya keberanian.”

“Baiklah, kami akan menindak lanjuti laporan saudara. Dan kami pun akan melakukan beberapa penyelidikan.”

***

Beberapa hari kemudian berita tentang ditangkapnya Rengga dimuat seluruh surat kabar negeri ini. Belum lagi berita dari berbagai infotaiment di seluruh station TV turut memberitakan pula.
Polisi rupanya telah melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menyeret Rengga ke meja hijau. Berdasarkan penyelidikan polisi dari kamera CCTV apartemen. Terlihat Rengga berjalan di belakang Diva saat menuju lift. Ternyata pada malam sehari sebelumnya, Rengga juga telah bersama Diva. Terlihat pada rekaman kamera CCTV mereka saling berpelukan masuk dalam lift seperti sepasang kekasih.

***

Ruangan pengadilan itu penuh sesak oleh orang-orang yang akan menyaksikan jalannya persidangan. Hari itu akan digelar sidang pertama dengan Rengga sebagai terdakwa. Rengga rupanya didampingi seorang pengacara terkenal. Persidangan pun dimulai. Dengan Rengga yang duduk di kursi terdakwa. Kemudian Diva pun masuk ke dalam ruang sidang untuk dijadikan saksi. Hakim lalu mulai memberikan pertanyaan-pertanyaan.

“Saudara saksi, apakah Anda mengenal terdakwa?”

“Tidak.”

“Keberatan bapak Hakim, bolehkah saya mengajukan beberapa pertanyaan pada saksi?” Kata pengacara Rengga. Hakim pun lalu mempersilahkan.

“Saudara saksi, benarkah Anda tidak mengenal laki-laki ini?”

“Tidak, tetapi saya tahu siapa laki-laki ini.”

“Apakah sehari sebelumnya Anda pernah melakukan hubungan seks,” lanjut pengacara Rengga.

“Saya tidak tahu.”

“Jawab ‘ya’ atau ‘tidak’.”

“Ya...”

“Dengan siapa Anda melakukan hubungan seks? Dengan pacar Anda?”

“Tidak.”

“Lalu dengan siapa?”

“Saya...saya...tidak tahu dengan siapa,” kata Diva dengan terbata-bata. Kemudian ruang sidang bergemuruh dengan suara pengunjung yang menyesaki persidangan dua orang terkenal itu.

“Menurut kamera CCTV, sehari sebelum kejadian Anda bersama klien saya. Di situ Anda terlihat sangat mesra layaknya sepasang kekasih.”

“Saya tidak ingat dengan siapa. Karena saya di bawah pengaruh minuman keras.”

Lagi-lagi ruang sidang kembali bergemuruh. Banyak di antara pengunjung sidang yang mencibir ke arah Diva. Mereka yang sebagian besar adalah peliput berita infotaiment dan gossip langsung memberitakannya secara live. Pemberitaan yang beredar sangat memojokkan Diva yang dianggap sebagai artis pendatang baru yang hanya mencari sensasi dan kepopuleran. Kembali ke ruang sidang...

“Bapak hakim yang terhormat, klien saya tidak bersalah. Klien saya tidak terbukti melakukan pemerkosaan. Hubungan seks yang klien saya dilakukan bersama saudara saksi adalah atas dasar suka sama suka...bla...bla...bla...”

Setelah beberapa kali persidangan. Rengga pun dibebaskan dari segala dakwaan. Rengga melenggang bebas. Pengadilan memutuskan Rengga tidak terbukti bersalah. Lalu bagaimana dengan Diva? Seusai menjalani beberapa kali persidangan sebagai saksi, karirnya langsung hancur. Kontrak dengan perusahaan rekaman yang telah ditanda-tanganinya langsung dibatalkan secara sepihak oleh pihak produser. Masa depan Diva hancur sudah.

***

10 tahun kemudian.

Sebuah pesta pernikahan yang megah akan berlangsung, pernikahan antara Rengga dengan Maureen. Mereka belum lama bertemu baru sekitar 1 bulan. Tetapi cinta rupanya telah membutakan segalanya. Rengga melamar Maureen dan kemudian kini mereka pun menikah.

Usai prosesi pernikahan mereka langsung berbulan madu ke pulau Dewata. Mereka menginap di sebuah bungalow mewah milik keluarga Rengga. Kedua pengantin baru tampaknya sangat berbahagia. Rengga beruntung sekali dapat menikahi Maureen. Wanita itu cantik, bersifat sangat lembut dan keibuan. Tutur katanya pun halus tanpa sedikitpun berkata kasar. Maureen memang layak menikah dengan Rengga yang kaya raya. Malam itu pun mereka lewatkan berdua saja di bungalow mewah tersebut.


Keesokan harinya.

Rengga didudukkan pada sebuah kursi dengan kondisi hanya pengunakan celana dalam. Kedua tangan dan kakinya terikat dan mulutnya disumpal kain. Lalu Maureen berdiri dihadapannya.

“Aku ingin bicara denganmu Rengga,” kata Maureen sambil melepas sumpal di mulut laki-laki malang itu.

“Siapa kamu?”

“Apa kamu tidak mengenaliku, sayang?”

“Apa maumu? Kau bisa mengambil apa yang kamu mau, tapi jangan bunuh aku,” suara laki-laki itu bergetar.

Kemudian Maureen tertawa terbahak-bahak. Lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Rengga dan berbisik...

“Sepuluh tahun yang lalu aku pun berkata seperti itu. Jangan bunuh aku, kau bisa mengambil apa saja yang kau mau.”

“Siii….siiapa kau?”

“Aku Diva, sayang. Dan masa depanku hancur karena laki-laki semacam kaauu!!”

“Tii….tiidaakk mungkin.”

“Selamat tinggal Rengga, kita bertemu di neraka,” kemudian Maureen alias Diva mendorong kursi yang diduduki Rengga hingga tercebur ke kolam renang sedalam 3 meter itu.

Keesokan harinya berita tentang kematian Rengga menjadi Headlines di hampir semua surat kabar ibukota.

“SEORANG PENGUSAHA MUDA MATI TERBUNUH DI BUNGALOW PRIBADINYA”

Polisi langsung melakukan penyelidikan dan mencari Maureen, istri Rengga yang sekaligus tersangka.

Pada sebuah rumah kecil di pinggiran kota, terlihat Diva sedang menyaksikan berita tentang kronologis terbunuhnya Rengga dari televisi. Lalu dia pun mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

“Aku sudah menghabisi nyawa Rengga, tolong di-transfer sisa uangnya. Oh ya, satu lagi. Aku butuh operasi plastik dan identitas baru,” kata Diva pada seseorang di ujung telepon. Beberapa tahun terakhir Diva berprofesi sebagai pembunuh bayaran.


***

also published : 
Kompasiana

Minggu, 04 Agustus 2013

Perempuan Misterius (Bagian 3)






Angel berusaha berpikir sejernih mungkin. Untuk pulang ke rumah pada malam ini juga tidak mungkin. Waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 WIB. Akhirnya Angel menuruti saran Doni untuk pulang setelah matahari terbit. Angel lupa bahwa ia harus ke rumah pak Rahmat untuk mengumpulkan tugas ekonomi mikro. Angel pun akhirnya dengan terpaksa menginap di rumah besar ini.

“Ini kamar tamu, kakak bisa beristirahat di sini,” kata Doni pada Angel. Gadis itu hanya bisa mengangguk.

“Baiklah, dan mudah-mudahan tidak ada hal-hal yang aneh selama saya tidur,” kata Angel kemudian.

Kamar tamu itu bernuansa merah darah, dengan perabotan kuno. Tempat tidurnya besar sekali. Kemudian terdengar suara korden yang melambai-lambai tersibak angin. Angel kemudian menutup daun jendelanya. Di luar benar-benar sangat gelap. Suasana seperti ini mengingatkan Angel akan sebuah 'Mansion' atau rumah besar yang angker dan dihuni para vampire. Tak berapa lama Angel pun tertidur.

Air dari kran kamar mandi itupun kembali meluap-luap membanjiri lantainya. Dan kejadian pun berulang. Tapi kali ini Angel tidak mendekati bak mandi tersebut. Gadis itu tetap berdiri di dekat pintu kamar mandi. Walaupun pintu itu juga tertutup dan terkunci, dan lampu berulang kali padam dan menyala bergantian. Sampai akhirnya lampu kamar mandi itu benar-benar padam. Suasana menjadi gelap dan mencekam. Kejadian selanjutnya, perempuan itu kembali muncul. Berbaju putih dengan wajah tertutup rambut panjang.

Angel masih tidak percaya apa yang telah dialaminya. Gadis itu masih berpikir bahwa ia hanya berhalusinasi saja. Perempuan dengan wajah tertutup rambut itu sekarang tepat berdiri di depannya. Tubuh Angel gemetaran. Tak sepatah katapun keluar dari mulut gadis itu, walaupun sesungguhnya ia ingin berteriak. Perempuan itu dengan berjalan menunduk (seperti melayang) menuju pintu kamar mandi. Dan secara tiba-tiba pintu itu pun terbuka dengan sendirinya. Dia pun keluar. Entah mengapa Angel mengikuti perempuan dari bak kamar mandi tersebut.

Perempuan itu menuju sebuah ruang terbuka yang temaram hanya saja ruang terbuka tersebut di kelilingi tembok tinggi. Pada masing-masing tembok terdapat obor-obor kecil sebagai penerang. Ruang terbuka itu tampaknya seperti ruang pemujaan. Di tengah-tengahnya terdapat semacam meja persembahan dan seorang perempuan tergeletak di atas meja tersebut dengan tangan dan kaki yang terikat. Wanita itu terlihat seperti meronta-ronta. Angel tercengang dibuatnya. Dan perempuan dari bak mandi tadi menghilang entah kemana.

Seorang laki-laki bertopeng kemudian berdiri tepat disebelah kepala gadis yang terikat diatas meja persembahan tersebut. Laki-laki itu kemudian membaca semacam mantra dalam bahasa latin kuno yang tak dimengerti Angel. Lalu laki-laki itu mengeluarkan sebilah pedang dari balik jubah hitamnya. Kemudian pedang tersebut ditebaskan ke kepala sang korban.

“Aaaahhhhhhhh……..”

Angel menjerit ketakutan. Tapi ternyata dia bermimpi. Diapun terduduk sambil mengatur nafasnya yang masih tersenggal-senggal. Untunglah hanya mimpi pikir Angel lega. Gadis itu lalu merasa haus, iapun lalu berniat turun dari tempat tidur besar tersebut. Angel kaget bukan main, ternyata ada seorang laki-laki bertopeng seperti dalam mimpinya tadi berdiri di samping tempat tidurnya. Angel berusaha berlari, tapi rupanya kedua kakinya sudah terikat. Angel menjerit-jerit. Dan sekarang laki-laki itupun mengikat tangannya.

Laki-laki bertopeng itupun menggendong Angel menuju sebuah ruangan pemujaan. Sama persis seperti yang Angel lihat dalam mimpinya. Dengan kondisi tangan dan kaki terikat, Angel tidak dapat melakukan perlawanan. Ia hanya bisa berteriak-teriak histeris.
Laki-laki bertopeng itupun lalu mengeluarkan pedang dari dalam jubahnya. Dan ia mulai membaca mantra. Lalu bersiap-siap menebaskan pedangnya tepat di leher Angel. Tiba-tiba terdengar suara orang berteriak.

“Jangan ayah….., jangan korbankan dia. Gadis itu adalah kakakku,” terdengar suara Doni diantara jeritan histeris Angel.

Laki-laki bertopeng itupun batal menebaskan pedangnya ke kepala Angel. Lalu berbalik mendekati Doni.

“Rupanya kau pun sudah tidak setia kepadaku, anakku. Kau pun akan mengalami nasib yang sama seperti ibumu. Akan aku tenggelamkan kau dalam bak kamar mandi itu,” kata laki-laki bertopeng itu geram.

“Jangan bergerak, anda sudah kami kepung,” seorang polisi datang sambil mengarahkan pistolnya tepat ke kepala laki-laki bertopeng tadi.
Laki-laki bertopeng itupun kaget. Ia berusaha menyerang polisi tersebut dengan mengayunkan pedangnya.

Doorr….dooorrr…..

Dua buah peluru langsung bersarang di kaki laki-laki bertopeng tersebut. Laki-laki itupun ambruk dengan kaki bersimbah darah. Polisi pun mendekat dan memborgolnya. Kemudian membuka topeng laki-laki itu.

“Pak Rahmat??” Angel berteriak tak percaya. Laki-laki bertopeng itu ternyata pak Rahmat dosen mata kuliah ekonomi mikro.

Rumah besar itu lalu penuh sesak dengan polisi. Angel duduk di sofa ruang tamu ditemani ayahnya dan Doni. Ayah Angel terlihat masih shock atas kejadian yang menimpa putrinya.

“Ibuku pernah bicara padaku dalam mimpi, bahwa aku mempunyai seorang kakak perempuan yang akan di persembahkan sebagai korban oleh ayahku,” kata Doni.

“Lalu bagaimana kamu tahu bahwa akulah kakakmu?” Tanya Angel heran.

“Aku tahu karena hanya kakak yang bisa melihat ibu dalam bak kamar mandi. Gadis-gadis sebelum ini tidak mengalami apa yang kakak alami,” kata Doni kemudian.

“Doni…besok tolong antarkan aku ke pusara ibumu,” kata ayah Angel dengan mata berkaca-kaca. Doni hanya mengangguk lalu lelaki itupun memeluk Doni dan Angel.


***

Kilas Balik : 20 tahun yang lalu ada seorang dosen muda di Universitas Indischenesie bernama Budi. Budi kemudian memperistri Utami seorang mahasiswi. Tak lama setelah mereka menikah merekapun dikaruniai anak perempuan lalu diberi nama Angel.

Suatu hari Utami pergi seperti biasa ke kampus tapi kemudian menghilang dan tidak pernah kembali. Budi pun kemudian berhenti mengajar di Universitas Indischenesie dan mengajar di tempat lain karena ingin melupakan Utami kekasih hati yang tak pernah kembali.

Utami ternyata diculik oleh Rahmat yang tak lain adalah sahabat Budi. Rahmat mencintai Utami dan kecewa karena Utami lebih memilih menikah dengan Budi. Pada sebuah kesempatan Rahmat berhasil mengundang Utami datang ke rumahnya. Utami kemudian disekap selama hampir satu tahun lamanya dalam rumah besar milik Rahmat. Sampai akhirnya Utami melahirkan anak laki-laki bernama Doni.

Rahmat ternyata adalah penyembah aliran sesat. Yang melakukan pemujaan dengan mengorbankan gadis-gadis yang masih perawan dengan memenggal kepala mereka dan meminum darahnya. Melihat hal ini Utami merasa muak dan frustasi. Utami pun mencoba melarikan diri tapi akhirnya berhasil ditangkap kembali oleh Rahmat. Lalu Utami dihabisi dengan menenggelamkannya dalam bak kamar mandi.


*** Tamat***

Perempuan Misterius (Bagian 2)






Waktu telah menunjukkan pukul 20.00 WIB. Sampailah Angel dan Doni di sebuah hutan buatan yang sepi, sunyi dan senyap. Mereka berdua kemudian berjalan memasuki area hutan tersebut. Gelapnya bukan main. Perjalanan mereka hanya diterangi cahaya bulan bulat penuh. Bulan sedang purnama. Sesekali terdengar suara-suara aneh antara suara burung hantu dan kelelawar. Angel dan Doni tidak saling berbicara. Mereka tenggelam dalam alam pikiran masing-masing. Sampai tiba-tiba Doni berbicara memecah keheningan perjalanan malam itu.

"Saya harus mampir sebentar ke rumah, kak. Bila kakak tidak keberatan. Karena saya harus menyalakan lampu supaya tidak gelap gulita," kata Doni memecah kesunyian.

"Oke… baiklah tidak masalah, saya tunggu di luar," kata Angel. Sampailah mereka di depan rumah Doni. Rumah besar yang gelap gulita. Sepertinya pemuda itu tinggal sendiri di rumah besar tersebut. Angel heran kenapa ada orang yang bisa hidup di daerah terpencil sekitar hutan buatan. Tiba-tiba se-titik air turun dari atas langit.

"Sial…..hujannn," pekik Angel sambi berlari mencari tempat berteduh. Hujan-pun semakin lama semakin deras. Mau tidak mau Angel pun berlari menuju teras rumah besar itu.

"Masuk saja kak, tidak ada siapa-siapa di sini," kata Doni yang ternyata sedang berdiri tepat di pintu masuk. Membuat Angel terkejut.

Angel pun melangkahkan kakinya memasuki rumah besar itu. Pakaian yang dikenakannya lumayan basah kuyup karena hujan deras yang tadi turun dengan mendadak. Melihat hal itu Doni menawarkan pakaian kering dan sebuah handuk kepada Angel.

"Kak, lebih baik berganti pakaian. Kebetulan ada baju milik ibu saya yang sudah tidak pernah dipakai lagi," kata Doni sambil menyerahkan pakaian ibunya kepada Angel.

“Memangnya ibu kamu kemana dek?” Kata Angel penuh selidik.

"Ibu saya sudah meninggal," kata Donni santai. *Hahh….sial, aku disuruh memakai baju orang yang sudah meninggal, pikir Angel. Tapi baju Angel benar-benar telah basah kuyup. Tidak ada pilihan selain memakai baju almarhumah ibu Doni.

"Kalo mau berganti baju, silahkan ke kamar mandi di ujung ruangan ini. Sebelum menuju dapur kak," kata Doni menjelaskan di mana letak kamar mandi tersebut.

Angel pun beranjak menuju kamar mandi seperti yang di tunjukkan Doni. Kamar mandi itu lumayan besar berukuran 5m×8m persegi. Dengan ruangan memanjang khas kamar mandi peninggalan rumah-rumah besar jaman Belanda. Rumah inipun sepertinya adalah bekas rumah seorang tuan tanah pada jaman Belanda. Angel cepat-cepat mengganti pakaiannya dengan baju yang tadi diberikan Doni. Lalu Angel bergerak menuju kran air untuk mencuci mukanya. 

Setelah berganti baju Angel pun keluar dari kamar mandi menuju ruang tamu. Suasana malam itu semakin mencekam dengan bunyi halilintar dan petir yang saling menyambar, hujan pun semakin deras dan tidak kunjung reda. Waktu berjalan terus, malam semakin larut. Angel meraih telpon genggam dalam tas ransel, untuk menghubungi ayahnya yang pasti sedang sangat cemas menunggu di rumah. 

Ternyata telepon genggam Angel lowbat dengan baterai tinggal satu kotak. Ayahnya pun tak kunjung menjawab panggilan telepon Angel. Rupanya signal  di sekitar hutan buatan itu lemah. Angel tidak dapat menghubungi ayahnya. Bagaimana ini pikir Angel. Ia kemudian menyapu pandangan ke seluruh ruang tamu tersebut. Angel mencari sosok Doni. Ia ingin pinjam telepon untuk menghubungi ayahnya di rumah. Tapi kemanakah Doni? Anak itu tidak menampakkan batang hidungnya. Angel lalu duduk di salah satu sofa dan tak berapa lama ia pun tertidur…

Tengggg…tengggg…tengggg….

Sebuah jam kuno yang terletak di pojok ruang tamu berdentang sebanyak 12 kali. Angel tersentak kaget. Ia rupanya tertidur di sofa. Seketika jantungnya berdebar kencang. Perasaannya tidak enak. Angel pun kemudian berusaha menenangkan diri. Sayup sayup terdengar seperti ada suara luapan air dari arah kamar mandi.

"Astagaa…..jangan-jangan aku lupa menutup kran air tadi, pada saat sedang berada di kamar mandi," Angel berkata pada dirinya sendiri. Dan secepat kilat ia pun berlari menuju kamar mandi. Benar saja. Air dari dalam bak mandi itupun meluap tumpah ruah hingga membanjiri lantai kamar mandi. Ketika Angel hendak mematikan air kran tiba-tiba…

 Braaakkkkk

Pintu kamar mandi pun langsung tertutup, lampu padam lalu menyala, padam lagi secara bergantian. Angel kaget karena  tiba-tiba pintu terkunci. Tapi mata gadis itu tidak lepas memandang bak dalam kamar mandi. Sekonyong-konyong dari dalam bak mandi muncul sebuah tangan pucat seperti ingin minta tolong. Angel semakin kaget dan mulai ketakutan. Tapi Angel berusaha menepis segala rasa takut dan mendekati bak mandi tersebut.

"Aahhhhh…..!!"

Angel berteriak kaget karena dalam bak mandi tersebut ada seorang perempuan seperti sedang meregang nyawa dengan tangan masih menggapai gapai minta pertolongan pada Angel. Seketika Angel mendekat untuk menggapai tangan pucat itu. Ia bisa melihat wajah perempuan itu dengan jelas. Tiba-tiba mata perempuan itu membelalak menatap Angel dan dari mulutnya seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Tolong akuuu...!!" 

Perempuan dalam bak mandi tersebut berbicara dalam air. Secara reflek Angel langsung mengulurkan tangannya hendak memberikan pertolongan. Tiba-tiba lampu kamar mandi menyala dan pintu yang terkunci  didobrak seseorang dari luar.
Anehnya lantai kamar mandi tiba-tiba kering dan tidak basah sedikitpun. Dan perempuan dalam bak mandi itu pun raib. Pintu kamar mandi pun terbuka dan Doni sedang berdiri di sana memandang Angel yang seperti orang kebingungan.

"Ada apa kak?" Tanya Doni. Angel hanya menggeleng. Kemudian menarik nafas panjang.

"Dek, saya terjebak di rumah kamu. Dan banyak hal aneh yang saya alami di sini," kata Angel kepada Doni. Angel pun menuju ruang tamu untuk kemudian mengambil ranselnya dan bersiap-siap meninggalkan rumah besar tersebut.

"Jangan kak, untuk keselamatan kakak sebaiknya menunggu sampai besok pagi. Karena di luar tidak aman," kata Doni sambil menahan Angel dengan tangannya.

"Maksud kamu?" Angel semakin tidak mengerti.

"Di luar sana ada seorang pembunuh sedang berkeliaran kak, masih ingatkan tentang para mahasiswi yang menghilang?" kata Doni dengan sungguh-sungguh.

Angel terperanjat seketika lalu ingat tentang para mahasiswi yang menghilang di hutan ini. Angel masih tidak percaya atas apa yang sedang dialaminya. Angel cuma berpikir sejenak, apakah dia korban selanjutnya?



______________

Lanjutan : Perempuan Misterius (Bagian 3)

Sepotong Brownies untuk Kekasihku



**



Aku berjalan setapak demi setapak. Kedua kakiku kulangkahkan menuju sebuah kedai kopi yang biasa kukunjungi hampir setiap akhir pekan bersama Rino. Namun hari ini aku pergi sendiri tanpa Rino di sampingku. Aku berencana membeli sepotong brownies kesukaan Rino sebagai hadiah ulang tahunnya.

Brownies legit dengan topping coklat, keju dan almond yang bertaburan di atasnya, sangat menggugah selera bukan? Aku tidak tahu apakah nanti Rino ingin mengigitnya sedikit demi sedikit atau melahapnya sekaligus? Ah …itu semua terserah Rino saja. Yang penting apakah dia mau menerima hadiahku ini, walau hanya sepotong?

Seperti saat senja terselip di setiap sudut jalan yang kulalui bersama Rino, dan kami tidak lupa mampir ke sebuah kedai kopi untuk sekedar mengantarkan senja pada pelukan malam. Tentu dengan sepotong brownies yang menemani kopi-kopi kami. Ya..kami selalu hanya pesan sepotong, lalu bergantian saling suap hingga gigitan terakhir. Sambil terus berpandangan dengan tangan saling menggenggam, hingga brownies tersebut tandas tanpa bekas. Duh…kenangan itu terbingkai dengan indah menghiasi tempurung otakku.

Tanpa terasa aku pun sudah berdiri di depan kedai kopi itu. Dengan perlahan kubuka pintunya. Hawa sejuk pendingin ruangan langsung menyeruak menerpa wajahku. Cepat cepat kututup kembali pintunya dan kulangkahkan kaki menuju etalase yang berisi aneka rasa kue kue yang menggugah selera. Rupanya brownies kegemaran kami tinggal satu-satunya, tapi untunglah masih ada. Cepat-cepat kupanggil gadis penjaga etalase.

“Mbak…saya mau yang ini, yang bertabur topping coklat, keju dan almond.”

Gadis itu dengan sigap langsung menempatkan brownies tadi ke dalam sebuah kotak kue.

“Hati-hati mbak, jangan sampai toppingnya berhamburan,” kataku berlebihan. Gadis itu hanya tersenyum dan mengangguk.

“Ada lagi?” tanyanya seraya memandangku. Aku menggeleng.

Rino…brownies kegemaranmu sudah kudapatkan. Sekarang tinggal membeli bunga Lily putih supaya rumahmu terlihat indah. Bukankah kita akan merayakan hari ulang tahunmu di sana? Ini akan menjadi sebuah kejutan yang menyenangkan bukan?

Akupun lalu meninggalkan kedai kopi itu. Dan kubawa kotak kue berisi brownies tadi dengan hati-hati. Aku tidak ingin potongan brownies ini hancur atau porak poranda sebelum kita sempat menikmati setiap suapannya berdua saja. Ya.. berdua saja, bukankah itu yang selalu kita lakukan. Makan sepiring berdua.
Kemudian aku pun berjalan menyebrangi jalan menuju kios bunga di seberang kedai kopi untuk membeli sebuket Lily putih.

Sempurna. Brownies sudah kudapatkan dan buket Lily putih pun sudah ditangan. Akupun mengingat ingat adakah yang terlewat. Oh ya…lilin ulang tahun. Mungkin di minimarket di sebelah kios bunga menjualnya. Dari kios bunga aku pun menuju minimarket membeli lilin untuk kue ulang tahun Rino. Setelah semua kudapatkan, aku pun dengan segera menuju ke tempat Rino. Semoga dia senang dengan kejutan ini, karena aku tidak mungkin lupa pada hari ulang tahunnya.

Rumah Rino tampak sepi dan gelap. Hanya pantulan cahaya bulan yang keperakan yang menemaniku memasuki tempat itu. Diiringi pekikan burung-burung malam. Lalu dengan perlahan di tengah keheningan suasana sunyi senyap kuletakkan brownies tadi perlahan lahan. Lalu kubuka penutup kotaknya, dan kunyalakan lilin ulang tahun di atasnya. Kuambil vase bunga yang telah kusiapkan dari rumah dan mengisinya dengan sebuket Lily putih.

Semua sudah beres dan tampak sempurna hanya, menunggu kedatangan Rino malam ini. Aku menunggumu Rino, menunggu kau datang. Mari kita rayakan ulang tahunmu dan menikmati brownies ini bersama, aku menunggu tiap suapan yang akan kau berikan padaku Rino, ….kekasihku.

Malam mulai bergelayut dan Lilin ulang tahun itu mulai sedikit demi sedikit habis karena mencair. Tapi Rino pun tak kunjung datang hingga rasa kantuk mulai menyerangku. Sekonyong konyong seekor tikus besar mendekat mengendap endap, mengendus lalu melahap brownies itu dengan rakus kemudian lari. Aku hanya dapat terpaku melihat kejadian itu. Tak lama datanglah tikus-tikus lainnya dan melakukan hal yang sama. Aku tak dapat berbuat banyak. Miris aku melihat brownies itu hancur tanpa bentuk, tercemari moncong dan kaki-kaki tikus. Binatang pengerat itu telah memakannya tanpa aturan.

Aku pun menangis, airmataku menitik di atas tanganku yang gemetar. Yang aku tahu Rino tidak akan pernah datang walau sekarang adalah hari ulang tahunnya. Walaupun hanya untuk sekedar menikmati brownies pemberianku. Sungguh Rino, aku merindukan setiap suapan yang kau berikan. Tatapan cinta dari sinar matamu yang membelai hatiku. Dan genggaman tanganmu yang lembut. Tapi sudahlah brownies itu kini telah hancur. Aku sepertinya harus rela, ikhlas dan pasrah melihat tikus-tikus itu melahap dan mencemarinya sepuas hati. Tapi baiklah, aku pun menyerah menunggumu datang, Rino. Lebih baik kutinggalkan saja brownies itu di atas pusaramu. Selamat Ulang tahun Rino, Rest In Peace. Aku hanya bisa mendoakanmu.



**