Senin, 02 Desember 2013

Primadona



Aku mengacak-acak rambutku yang kaku seperti sapu ijuk. Sigh, dengan kondisi rambut seperti ini mukaku makin terlihat kusut. Banyak sekali yang harus di make over, dari mulai smoothing, creambath dan hair mask. Belum lagi urusan wajah, perlu cream ini dan itu. Untuk urusan badan, harus sering luluran supaya para daki minggat dan kulit menjadi mengkilat. Ah…perempuan, banyak sekali biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan wajah dan tubuh. Kataku pada cermin.

Sebenarnya aku adalah perempuan yang cuek. Apalagi untuk urusan penampilan. Habis mandi Cuma perlu bedak dan sedikit lipgloss, tidak perlu waktu lama hanya butuh waktu satu jam dijamin langsung luntur dan...taraa, kembali ke wajah asal. Kegelisahanku ini semua gara-gara Tasya, seorang karyawan baru. Ya ampun, dia cantik sekali. Sebagai perempuan aku pun mengakui bahwa memang Tasya cantik. Dan dia telah merebut perhatian Bian dariku. Nasib...nasib, jadi perempuan yang biasa saja dengan kadar kecantikan yang mepet. Tanpa semangat, aku lalu mandi dan bersiap-siap pergi ke kantor.

*
Tasya cukup menyita perhatian orang se-kantor. Tubuhnya tinggi semampai, berkulit putih bersinar. Mungkin, seandainya ada nyamuk yang akan mengigit kulitnya, pasti akan tergelincir di kulit mulusnya. Matanya, duh indah. Seperti bintang kejora yang dibingkai dengan sepasang bulu mata lentik dan sesekali mengerjab seperti Clara Bella. Clara Bella adalah tokoh kartun dalam serial Mickey Mouse yang mempunyai bulu mata panjang. Aku harus waspada pada Tasya, jangan sampai Bian berpaling dariku. Kehadiran Tasya benar-benar membuatku was-was lahir bathin. Aku terancam.

Wanita oh wanita, kenapa selalu saja bersaing untuk memperebutkan laki-laki. Hei, kata-kata itu kan yang pernah aku katakan pada Riana pada saat ia dan Lily memperebutkan Hera. Ampun...kenapa sekarang malah aku ketakutan kehilangan Bian. Paranoid terhadap Tasya, yang sepertinya mempunyai potensi merebut Bian dari tanganku. Ah...semoga tidak. Tapi bagaimana bila terjadi? Bian benar-benar terpikat dan jatuh hati pada Tasya. Setengah jam lagi , waktu makan siang tiba. Kemudian terdengar suara notifikasi dari ponselku.

((clik..clik)) langsung aku raih dan baca sebuah pesan. Ternyata dari Bian, begini isi pesannya :
-Kita maksi bareng ya, aku tunggu di kantin basement- Yayy…aku bersorak dalam hati. Tentu saja aku akan memenuhi ajakan Bian. Tunggu apa lagi, langsung aku balas pesan Bian itu dengan singkat :
-Oke-

Jam makan siang pun tiba, aku dengan semangat 45 menuju lift yang akan membawaku ke basement. Sambil menunggu di depan pintu lift, aku merasakan seseorang berdiri di sebelahku. Saat aku menoleh, hmm ... Tasya. Dia tersenyum, lalu kubalas senyumnya itu. Entahlah apakah senyumku tulus atau tidak, yang jelas aku berusaha ramah.

"Halo, kenalin aku Tasya."

"Rena," kataku singkat.

"Oh ya Ren, di basement ada kantin ya? Aku karyawan baru di sini. Maukan menemani aku makan siang di sana?"

"Hmm ..boleh," kataku sedikit kaget. Aduh, kenapa aku menerima ajakannya, bukankah aku janjian sama Bian di kantin basement? Bodohnya aku, mau ngak mau, suka ngak suka aku akan memperkenalkan Tasya pada Bian. Aku kembali terserang paranoid, bahwa pasti Bian akan terpesona dengan kecantikan Tasya. Aku dan Bian memang belum jadian alias masih pdkt, jelas Tasya merupakan ancaman buatku. Tapi akhirnya aku pasrah walaupun hatiku berteriak-teriak minta tolong, save my Bian..save my Bian!!

Aku dan Tasya sudah sampai di basement, dengan langkah berat aku masuk dalam ruangan kantin. Aku pun melihat Bian yang sedang berbicara dengan teman satu kantor lainnya.

"Hai, sudah lama nunggu, Bian?"

"Ngak sih barusan kok."

"Oh ya , kenalkan ini Tasya. Karyawan baru di kantor kita."

Tasya mengulurkan tangannya. Bian pun menyambut uluran tangan Tasya dan terlihat menggenggam jari-jari lentik Tasya dengan penuh semangat. Dari raut wajahnya, Bian terlihat terpesona dengan Tasya. Dan aku tidak sedang bermimpi, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa Bian mengagumi Tasya. Apa yang kutakutkan pun terjadi. Sepanjang jam makan siang Bian dan Tasya asik mengobrol sendiri. Aku jadi salah tingkah antara menjadi kambinng congek dan menyembunyikan perasaan cemburu.

Entah apa yang harus aku lakukan? membenci Tasya ataukah Bian. Karena Bian bebas dan berhak memilih siapa yang dia suka. Dan Tasya memang cantik dan memesona. Lalu aku juga tidak ada hubungan apa-apa dengan Bian. Hanya sebatas suka dan Bian adalah teman diskusi yang asik. Aku dan Bian sering kali membahas segala hal. Dan hal ini tentu saja menyenangkan, jarang ada laki-laki yang bisa nyambung kalo ngobrol denganku. Dan sekarang Tasya meng-Knock Out-ku dengan telak lewat kecantikannya.

*
Aku kembali menatap cermin, seketika aku membenci diriku sendiri. Dengan rambut seperti sapu ijuk, kulit yang sawo matang dan wajah standar tanpa makeup dan kurang perawatan. Benar-benar aku adalah wanita biasa yang tidak pantas diperhitungkan. Apalagi bila harus bersaing dengan Tasya yang seperti seorang model. Jauh...kataku dalam hati sambil melempar rol rambut ke cermin. Sia-sia saja aku menggulung rambutku yang seperti sapu ijuk dari dua jam yang lalu, hasilnya tetap tidak akan bisa tergerai indah seperti rambut Tasya. Aku perlu smoothing untuk membuat rambutku tergerai. Aku perlu suntik vitamin c atau botox agar kulitku menjadi putih. Tentu saja supaya aku bisa bersaing dengan Tasya untuk merebut hati Bian.

Semenjak Bian aku perkenalkan dengan Tasya, laki-laki itu sama sekali tidak pernah menghubungiku lagi. Bian sama sekali tidak pernah menelepon dan tidak pernah mengirim pesan. Dan yang membuatku semakin merana pada saat pulang kantor, aku melihat Bian membukakan pintu mobilnya untuk Tasya dan kemudian mereka pergi entah ke mana. Hatiku menjerit-jerit, aku galau dan patah hati. Ini semua gara-gara aku yang menyerahkan Bian langsung pada Tasya, tanpa perantara. Sold.

*
Malam minggu adalah saat-saat yang paling menyedihkan bagi seorang jomblo. Dengan ditemani sepiring keripik kentang dan kopi, yang aku kerjakan dari siang hanya update status di Facebook, sesekali ke twitter dan ngoceh sepuasnya. Menjelang maghrib aku mulai bosan, sehabis mandi aku memutuskan menonton filem yang dibintangi Julia Robert berjudul My Best Friend Wedding.

((clik..clik)) terdengar notifikasi dari ponselku. Cepat-cepat aku baca isi pesannya. Dari Bian, seketika jantungku berhenti berdetak untuk sementara.
-Ren, aku ke rumahmu ya?- langsung kubalas pesan itu.

-Silahkan, kamu di mana?- Tidak lama kemudian, Bian langsung membalas pesanku.

-Di depan rumah kamu, bukain dong pagernya. Digembok nih-

Oh...aku mendadak panik. Walaupun sudah mandi tapi aku belum dandan dan ternyata Bian mendadak muncul. Kalo aku dandan dulu, kasian Bian pasti kelamaan nunggu di luar pagar. Akhirnya akupun memutuskan untuk tidak usah dandan. Kutemui Bian dengan penampilan seadanya.

"Tumben kamu ke rumah?"

"Kenapa, ngak boleh? Ngak sih aku kangen aja pengen ngobrol-ngobrol sama kamu."

"OOhhh..."

"Yups, kamu terganggu ya? Atau ada acara lain?"

"Ngak sih, bukannya kamu lagi ngedeketin Tasya? Sekarang kan malam Minggu, kamu...’ tiba-tiba Bian memotong perkataanku.

"Aku dan Tasya ngak ada apa-apa. Kamu tau ngak, dia itu perempuan teraneh yang pernah aku kenal. Kemarin aku sempet jalan sama dia dan sepanjang perjalanan yang dibahas pernak pernik wanita, warna cutex yang sedang in, tas, sepatu dan salon terbagus seantero Jakarta ini. Aku bosan mendengarnya," Bian tersenyum.

Aku tidak bisa menahan diri, aku tertawa lepas dan senang bukan main. Ternyata Bian laki-laki yang istimewa. Dia tidak melihat kecantikan wanita hanya melalui fisiknya saja. Aku semakin kagum dan yang penting aku yang akhirnya memenangkan hati Bian.

"Oke, sekarang kita jalan-jalan yuk," ajak Bian penuh semangat. Aku mengangguk cepat.

"Tapi aku minta waktu sebentar ya, mau dandan dulu."

"Ah...ngak usahlah. Kamu tau, kamu hanya perlu tersenyum manis karena senyumanmu adalah dandanan terbaikmu dan lagi kamu itu menyenangkan, Ren."

Entah mengapa aku berpikir ini sebuah rayuan. Dan tidak kusangka keluar dari mulut Bian. Tapi aku senang, hatiku jungkir balik kegirangan. Dan...aku pun memberikan senyum termanisku pada Bian. Senyum itu menghiasi wajahku yang standar tanpa riasan. Sesaat Bian menggenggam tanganku.

"Ren, mau ngak kita jadian?"

Nah loh...Jodoh ngak kemana ya?


***

Istri Muda Pak Glen



**


Namaku Nurul karyawan sebuah perusahaan Advertising. Pekerjaanku adalah sebagai seorang receptionist. Di kantor ini ada boss muda bernama pak Glen, berumur sekitar 30 tahun. Berpostur tinggi besar, berwajah keras nyaris tidak pernah tersenyum dan sangat tegas. Tidak segan-segan memecat karyawan yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang menjadi visi dan misi perusahaan. 

Karyawan yang tidak disiplin apalagi tidak niat bekerja, tanpa alasan dipersilahkannya angkat kaki dari perusahaan. Beruntung wajahnya lumayan ganteng sehingga kekejamannya di kantor sedikit tersamarkan. Terutama buat karyawan wanita sepertiku. Paling tidak, bila dia marah-marah karena tidak puas akan pekerjaan yang aku lakukan, ada alasan untuk memandangi wajahnya yang ganteng dengan wajah memelas, memohon ampun dan menghiba.

Khabar yang beredar, pak Glen mempunyai istri muda. Gossip sudah menyebar seantero kantor ini. Bahwa pak Glen berpoligami dan mempunyai istri muda. Pagi itu seperti biasa sebelum jam kerja dimulai, aku, Ester dan Joice memulai akitifitas dengan sarapan di kantor, di ruang meeting. Aku melahap semangkuk lontong sayur yang kubeli di perempatan jalan tadi saat menuju kantor. Sambil menikmati makanan kita mulai ber-gossip. Nge-gossipin siapa lagi kalo bukan pak Glen.

” Seperti apa ya kira-kira istri muda pak Glen?” Kata Ester.

” Pasti cantik, dan model cewek cosmopolitan yang tidak lepas dari gadget terbaru dan tas branded dari merek terkenal.”

” Emang kamu sudah pernah liat?” Kataku pada Joice. Temanku itu menggeleng.

” Istri pak Glen yang pertama itu baru berusia 24 tahun. Masih kurang muda apa?” Kata Joice lagi.

” Mungkin, istrinya yang sekarang masih abg kali ? Laki-laki kok ngak pernah puas gitu ya? Istri masih muda tapi masih aja butuh istri yang lebih muda lagi,” Ester nyerocos tidak mau kalah.

Tiba-tiba terdengar langkah kaki seseorang menuju ruang meeting. Dari balik pintu kaca terlihat pak Glen datang dan membuka handle pintu. Buru-buru kami membereskan peralatan makan dan menyimpannya di bawah meja ruangan meeting. Pak Glen paling tidak suka bila ada karyawan yang makan di ruangan meeting. Ini bisa dikategorikan pelanggaran. Begitu dia menampakkan diri kami serempak menyapanya.

“Selamat pagi pak !”

“Pagi,” sapanya sambil menatap kami satu persatu seakan-akan ingin mengatakan sesuatu. Lalu tatapannya tertuju ke arahku.

“Oh iya, Nurul kamu receptionist kan? ke ruangan saya sekarang,” katanya padaku **duar** jantungku serasa meledak. Wajahku mendadak pucat. Aku disuruh ke ruangan pak Glen? Pasti dia tadi melihat peralatan makan yang bersembunyi di sela-sela kedua kakiku. Dengan lemas aku beranjak menuju ruangan pak Glen.

“Duduk.”

“Makasih pak,” tatapku dengan wajah memelas. Kulirik lemari kaca di samping kursi yang kududuki, untuk memastikan apakah wajahku sudah benar-benar terlihat memelas.

“Nurul, nanti jam makan siang istri saya akan ke sini. Tolong kamu terima dia dengan baik. Dan apabila saya nanti sedang meeting, tolong kamu temani dia di ruangan saya.”

” Oh!... baiklah pak.” 
Aku lega karena ternyata bukan karena aku ketahuan makan di ruang meeting.


Siang itu...

Beberapa menit lagi jam makan siang tiba. Aku tidak sabar menanti istri muda pak Glen, yang katanya akan datang. Seperti apakah dia? Pasti seperti top model, dengan postur tubuh tinggi, langsing, putih dan rambut tergerai yang menebarkan aroma shampoo. 

Saat dia berjalan di depanku nanti, aku terbayang-bayang wangi parfume merek Issey Miyake atau Dolce & Gabana. Kemudian dia akan duduk di ruangan kerja suaminya dengan memangku tas branded merek LV, Gucci atau Hermes Birkin yang harganya puluhan juta itu. Kemudian dia menyilangkan kakinya yang beralaskan high heel merek Salvatore Ferragamo. Fiuh…semakin tidak sabar menanti kehadiran istri muda pak Glen.

Jam makan siang tiba, tepat jam 12 siang. Istri muda pak Glen belum datang juga. Tidak lama kemudian sebuah ojeg berhenti di pintu masuk kantor. Seorang wanita turun dari ojeg tersebut. Berumur sekitar yah...40-an tahun. Dia mengenakan baju atasan katun berwarna putih dan rok bawahan panjang berbahan jeans. Menggunakan sandal merek Bata buatan dalam negeri. 

Wanita itu tidak membawa tas, ia hanya mengempit dompetnya di lengan kiri. Sementara tangan kanannya mambawa rantang plastik berwarna pink ndeso bergambar bunga-bunga mawar. Duh...siapa lagi ini pikirku. Konsentrasiku buyar gara-gara wanita ini. Acara menunggu istri muda pak Glen jadi sedikit terganggu karena kehadirannya.

“Siang mba...saya mau ketemu pak Glen.”

Aku langsung melirik wanita yang berdiri di depanku. Siapa sih dia? Tidak mungkin ini istri muda pak Glen. Aku perhatikan umurnya sekitar 40 tahun. Wajahnya biasa saja. Rambutnya di ekor kuda. Tidak membawa tas branded sama sekali hanya membawa dompet bergambar Hello Kitty. Kakinya beralaskan sandal merek Bata sementara yang kucium bukan wangi parfume Issey Miyake tapi bau minyak kayu putih cap Gajah. Dan dia bawa-bawa rantang lagi.

“Pak Glen? Sebentar ya bu. Dengan ibu siapa?”

“Saya dari rumah bawakan pak Glen ayam bakar kesukaannya buat makan siang.”

“Ooohh...iya. Pasti ibunya pak Glen ya? Tadi pak Glen pesan ke saya kalo istrinya akan datang. Memangnya ke mana istri pak Glen, bu? Kok tidak jadi datang ?" Wanita yang kuajak bicara itu hanya tersenyum saja.

“Mari bu, saya antar ke ruangan pak Glen. Sepertinya sudah selesai meeting-nya.”

Wanita setengah baya itupun mengikutiku dari belakang. Sesekali aku menengok ke belakang dan meliriknya. Dia tampak takjub dengan segala sesuatu yang ada di kantor ini. Tidak lama kemudian kita sudah berdiri tepat di depan pintu ruangan pak Glen. Dengan perlahan kuketuk pintunya.

“Masuk.”

“Siang pak, ada tamu dari rumah.”

“Oh…istriku sayang. Jadi juga kamu datang,” pak Glen terlihat gembira dan buru-buru dipeluknya wanita itu. Kemudian dengan sangat antusias dibukanya rantang plastik yang berwarna pink ndeso bergambar bunga-bunga mawar. Dan benar, isinya adalah ayam bakar yang harumnya memenuhi seluruh ruangan. 


Tak lama kemudian terdengar sebuah lagu merdu dari almarhum Chrisye berjudul “Serasa” memenuhi ruangan.
Istri muda pak Glen ternyata tidak muda. Pak Glen jatuh cinta pada wanita berpenampilan ‘vintage’ generasi 80’s. Dan ternyata pak Glen adalah Oedipus Complex. Ha-ha-ha-ha...


**

Sabtu, 09 November 2013

Seda Mutieva



Sore yang dingin di suatu taman kota Grozny, Chechnya. Aku sedang menunggu seseorang di taman ini. Seorang laki-laki yang berasal dari sebuah negara di Asia, Indonesia. Ia datang ke negaraku sebagai seorang photographer yang tertarik mengabadikan lebih jauh budaya tradisional Chechnya. Aku mulai cemas ia tidak jadi menemuiku saat ini. Dan membatalkan seluruh rencanaku dengannya. Sebuah rencana tentang masa depan…..

Pertemuan pertamaku dengannya terjadi saat aku dan beberapa penari tradisional sedang berlatih di sebuah studio senitari Grozny. Pada saat itu ia datang ke studio dengan menggunakan taksi bandara. Ia datang atas undangan dari Amina Ibraginova, pemilik studio tempat kami berlatih menari. Amina dan laki-laki itu masih mempunyai hubungan kekerabatan.

” Good afternoon, I have appointment with Amina Ibraginova,” kata laki-laki yang lalu kukenal bernama Djoko.

” Please waiting here sir, Amina Ibraginova already in her office room,” kataku sambil mempersilahkannya duduk di kursi panjang yang berhadapan dengan tempat kami berlatih menari.

Ia memandangku lalu tersenyum hangat. Ada sesuatu yang aneh pada diriku. Degub jantungku berdetak kencang memicu aliran darah yang membuat kedua pipiku bersemu memerah. Aku belum pernah dipandangi lelaki seperti ini.

Bagi perempuan Chechnya berhubungan dengan lelaki adalah hal yang tabu dan dilarang. Negara ikut mengatur hal ini, dan bila dilanggar akan ada hukuman berupa sanksi sosial. Sepasang kekasih yang berkencan harus bertemu di tempat umum dan duduk saling berjauhan. Berpegangan tangan, berpelukan apalagi berciuman dilarang keras sebelum pernikahan.

Setelah mempersilahkan lelaki itu menunggu, aku pun menuju ruangan miss Amina Ibraginova untuk memberitahu tentang kedatangan tamunya.

” Miss Amina already waiting for you sir, you don’t need to knock - just go into her room.”

” Okay, thanks. Just call me Djoko, I’m her cousin,” katanya sambil kembali tersenyum. Senyum itu mampu membuatku meleleh. ” What’s your name miss?” katanya kemudian sambil menatap lekat wajahku.

” Seda Mutieva,” kataku singkat sambil menundukkan wajah untuk menyembunyikan rona merah pipiku dan berlalu dari hadapan laki-laki yang berumur sekitar 30an itu.

Itulah awal pertemuanku dengan Djoko. Nama yang sangat Indonesia, menurut laki-laki itu. Djoko masih berdarah Rusia dari pihak ibu. Sementara Ayahnya berdarah campuran Jawa Solo dan Manado. Nama lengkapnya Miko Djokovic dan ia lebih suka dipanggil Djoko.

Djoko sangat mencintai hal-hal yang berbau seni dan kebudayaan. Di negaranya Indonesia, terdapat berbagai macam suku agama dan budaya yang beraneka ragam. Hal ini membuat Djokovic lebih suka menjadi warga negara Indonesia daripada menjadi warga negara Rusia.

***

Sore itu setelah pulang berlatih menari aku menyusuri jalanan kaki lima kota Grozny yang dingin dan lembab. Gerimis mulai turun dan aku mempercepat langkah kakiku. Kudengar seseorang berlari di belakangku dan memanggil namaku. Aku pun menoleh ke belakang dan melihat Djokovic sedang melambaikan tangan padaku.

Langkahku terhenti, sesaat kemudian Djokovic sudah berdiri tepat di depanku. Sangat dekat. Kedua mata kami saling menatap lekat dan aku kembali merasakan detak jantungku berdegub kencang. Aku berharap dia tidak mendengarnya. Aku mundur beberapa langkah dan memberi isyarat padanya untuk menjaga jarak. Aku tidak ingin mendapat masalah dengan pihak berwenang. Aku benar-benar takut melanggar hukum. Di Chechnya saat ini sedang mengalami proses perubahan bentuk budaya masyarakat setempat. Yang awalnya 
beraliran komunis kini beralih menganut paham Islamisasi yang fanatik.

Setelah hampir dua dekade jauh dari rasa damai akibat peperangan. Dan kurang lebih 70 tahun berada di bawah tekanan pemerintahan Uni Soviet. Pada saat itu segala bentuk partisipasi keagamaan dilarang oleh pemerintah Soviet yang beraliran komunis. Dan kini pemerintah negaraku mempromosikan Islam untuk memperkuat tradisi Chechnya.

” Can I call you latter miss Seda, what’s your number?” Ia bertanya padaku. Suaranya tegas tapi sangat lembut hingga membelai kedua gendang telingaku. Aku mengangguk lalu mengambil sebuah kertas dari dalam tas, secarik kertas bekas struk belanjaan. Aku pun menuliskan nomer ponselku lalu cepat-cepat kuserahkan secarik kertas itu padanya. Aku berbalik lalu pergi meninggalkannya dengan setengah berlari karena hujan mulai deras.

” Thank youuu !” Kudengar Djokovic berteriak hingga gaungnya memantul di sepanjang lorong jalanan yang kulalui. Aku berbalik, melambaikan tangan dan tersenyum padanya dari kejauhan. Lelaki yang menarik.

***

Keesokan harinya…..

Amina Ibraginova, siang itu mengadakan rapat kecil. Wanita itu memberitahukan pada kami bahwa pemerintah Chechnya masih belum mengijinkan pementasan tarian kami yang akan berlangsung minggu depan. Kami, para penari sudah tentu merasa kecewa. Tapi yang membuatku senang adalah Djokovic jadi lebih lama berada di Grozny.

” Hello..” Suara khas Djokovic menyadarkanku pada lamunan akan dirinya.

” Hi, how are you?” Kataku membalas teguran ramahnya. Laki-laki ini makin menarik hatiku. Ia mulai bercerita panjang lebar meluruhkan segala sekat yang ada hingga aku merasa akrab dan nyaman ngobrol dengannya.

” Someday you must visit to Indonesia, the most beautiful country.”

” Yes I wish gonna be there, someday,” kataku bersemangat setelah mendengar cerita tentang keindahan budaya Bali yang terkenal dengan tari pendet dan kecak. Ataupun tentang kultur budaya jawa yang memiliki berbagai macam tarian yang tak kalah menariknya.

Pertemuan demi pertemuanku dengan Djokovic berjalan lancar. Hingga aku semakin giat berlatih menari. Djokovic selalu meluangkan waktunya untuk sekedar ngobrol denganku. Sambil sesekali mengambil foto-foto kami untuk dijadikan dokumentasinya.

Aku dan teman-temanku sesama penari tetap dengan suka cita berlatih. Walaupun pementasan tarian kami belum mendapat ijin dari pemerintah Chechnya. Entahlah, sepertinya terdapat banyak kecurigaan dari pihak berwenang atas segala kegiatan yang berlangsung di Chechnya. Terutama bila kegiatan tersebut diliput oleh jurnalis asing atau para aktivis hak asasi manusia.

Di Chechnya, rata-rata para perempuan tidak sampai menyelesaikan pendidikannya. Sebagian dari mereka kadang harus menikah dalam usia yang relatif sangat muda. Setelah menikah perempuan Chechnya adalah properti milik suami mereka. Hal ini yang membuatku berontak walau hanya dalam hati. Karena aku ingin dapat meneruskan sekolah untuk menggapai cita-citaku dan juga menjadi penari profesional. Aku tidak ingin cita-citaku kandas hanya karena harus menikah muda, sesuai tradisi di negara ini.

Ibra Isaev baru berusia 20th, dia adalah calon suamiku. Kedua orang tuaku memutuskan untuk menikahkanku dengan Ibra Isaev. Aku sendiri baru berusia 18th. Aku tidak mengenal laki-laki itu sama sekali. Melihat wajahnya pun belum pernah. Lalu bagaimana aku dapat mencintai laki-laki itu. Yang ada dalam pikiran dan hatiku saat ini adalah Miko Djokovic. Laki-laki asing yang mampu membuatku selalu memikirkannya.

Jiwaku mulai berontak. Aku tidak akan menikah dengan Ibra Isaev. Aku akan menemui Miko Djokovic untuk membicarakan hal ini. Aku yakin Djokovic bisa menolongku untuk mendukung meraih cita-citaku. Laki-laki itu mempunyai kesamaan cara pandang denganku. Djokovic adalah seorang yang cerdas dan hal ini membuatku sangat nyaman berdiskusi dengannya. Pandangan hidupnya membuatku terpesona padanya. Ia juga sangat menghargai perempuan tanpa harus membatasi hak-haknya. Menurutnya perempuan juga harus mendapat hak yang sama untuk maju dan berkembang.

Kami pun bertemu secara sembunyi-sembunyi di sebuah tempat yang jauh dari keramaian publik. Sebuah rencana telah tersusun antara aku dan Djokovic. Rencana untuk membatalkan pernikahanku dengan Ibra Isaev, lelaki yang tidak aku ketahui wujud dan pribadinya.

” Miss Seda, are you ready dear ?” Suara Djokovic memecah kesunyian taman kota Grozny. Aku mengangguk dan memberi isyarat padanya agar segera meninggalkan taman kota ini. 

Taksi yang kami tumpangi lalu melesat menuju Bandara Internasional Grozny.
Dengan bantuan Amina Ibraginova, Djokovic mengurus passport-ku untuk dapat meninggalkan Grozny dan pergi bersamanya.

” Selamat tinggal Chechnya….” kuucapkan selamat tinggal pada negaraku dari jendela pesawat yang sedang take off menuju Jakarta, Indonesia.

***




__________

Antara Nagreg dan Bandung Bersama Darsih






Setelah menghadiri pesta pernikahan salah seorang kerabat, aku dan keluargaku bersiap kembali ke Jakarta. Tapi kali ini aku harus kembali seorang diri dengan mengendarai mobil. Kebetulan kedua orang tuaku memutuskan kembali ke Jakarta dengan pesawat terbang. Hal ini karena kondisi ibuku yang kurang sehat akibat kelelahan.

Setelah mengantarkan ayah, ibu dan Karina -adikku- ke bandara Juanda Surabaya, akupun langsung berkendara menuju Jakarta. Rencana aku akan melewati Yogyakarta kemudian mengambil jalur Selatan menuju Bandung.

Perjalanan dari Surabaya ke Yogya hari itu kulalui dengan lancar. Setiba di Yogya aku memutuskan beristirahat di coffee shop sekitar 1 jam dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Bandung. 

Sesampainya di Tasikmalaya, adzan maghrib berkumandang, dan matahari mulai tenggelam. Dari Tasikmalaya mobil yang kukendarai bergerak menuju Bandung melalui jalur Nagreg. Seperti yang sudah kuduga, jalur ini macet luar biasa. Mungkin karena sedang long weekend. Tapi mau gimana lagi. Aku memutuskan lewat Bandung karena ingin bersilaturahmi dengan ibu kost semasa kuliah dulu.

Kemacetan jalur Nagreg semakin tidak bergerak. Saat ini waktu menunjukkan pukul 20.10 WIB. Karena jenuh aku malah sempat keluar mobil untuk meregangkan otot yang mulai kaku. Mataku pun mulai mengantuk. Aku mulai kelelahan.

Samar samar aku melihat seperti ada cahaya dari lampu minyak di sebuah gubug, seperti warung kopi. Entah mengapa tiba tiba aku memutuskan beristirahat sejenak di warung kopi itu. Lumayan lah, daripada ngantuk dan jenuh karena macet. Aku lalu memarkir mobil di tepi jalan, dan melangkahkan kakiku menuju warung kopi yang jaraknya sekitar 10 meter dari jalan raya.

Warung kopi itu nampak sepi, karena memang tidak terlihat ada seorangpun di situ. Tapi di dalam warung seperti ada seorang yang sedang memasak.

” Punten ...” Kataku sambil mengetuk meja kayu di hadapanku. Tak berapa lama kemudian muncul seorang wanita muda dari dalam warung kopi tersebut.

” Kopinya satu ya teh,” kataku padanya. Dia mengangguk, dan tak lama kemudian menyodorkan segelas kopi kepadaku. Lalu kuterima segelas kopi itu sambil memerhatikan wanita yang berdiri di depanku.

Cantik, muda dan berkulit putih bersih dengan rambut terurai sebahu. Wanita itu terlihat polos dan sederhana. Wajahnya bening tanpa pulasan make up. Dan yang membuatnya semakin menarik, dia mengenakan kebaya merah. Kontras sekali dengan warna kulitnya. Sebagai laki laki normal aku pun mulai iseng. Yah, lumayanlah buat teman ngobrol daripada ngantuk.

” Teh, kok sendirian aja jualannya? Ga takut apa, di tengah hutan begini?” kataku sambil melirik ke arahnya. Wanita itu hanya tersipu. Lalu sambil menyodorkan sepiring pisang goreng diapun mulai bicara.

” Biasanya ada suami saya, Aa. Tapi sudah seminggu suami teteh pergi ke Bandung sampai sekarang belum kembali,” Kata wanita itu dengan wajah mulai meredup. ”Teteh mah khawatir, terjadi apa-apa dengan suami teteh.”

” Kalo boleh tau, nama teteh siapa?”

” Darsih.”

” Teh Darsih mau ikut saya ke Bandung, cari suaminya?” Kataku iseng. Di luar dugaanku wanita itu mengangguk cepat. Waduh, bagaimana ini aku kan cuma iseng ngajak dia. Aku pikir dia tidak akan mau, tapi kok malah pengen ikut. Duh ...

” Nanti sesampai di Bandung, abi teh ada saudara. Aa mah tidak usah khawatir. Darsih mah tidak akan merepotkan,” Kata wanita itu meyakinkanku. 

Akhirnya mobil yang kukendarai mulai bergerak menuju Bandung. Ditemani Darsih. Sesekali kulirik dari sudut mataku, wajah wanita itu. Dia tau lalu tersipu sambil membetulkan kerudung merah yang menutupi rambutnya.

Aku sempatkan lagi melirik ke arah Darsih. Wanita itu tertidur rupanya. Astaga ... kain kebaya wanita itu tersingkap. Jantungku berdebar kencang melihat pahanya yang mulus.

Aku mulai berpikir jahat. Entah kenapa tiba tiba aku mulai merencanakan sesuatu terhadap Darsih. Bisikan bisikan jahat itu begitu kuat, hingga membuat jantungku berdebar-debar. Tiba-tiba Darsih terbangun.

” Sudah sampai Bandung, Aa?”

” Belum, kita ke Hotel dulu.”

” Hotel teh, naon Aa?”

” Kalo kita sudah sampai di Hotel, teteh istirahat dulu di sana ya? Nanti saya sewakan kamarnya. Biar saya tidur di mobil saja,” Kataku pada Darsih.

” Muhun Aa, punteun sudah merepotkan."

Akhirnya mobil yang kukendarai mulai bergerak mencari penginapan terdekat, ditemani Darsih. Sekali lagi kulirik wajah Darsih, dia pun kembali tersipu sambil mempermainkan ujung kerudung merahnya.

Aku membatalkan niat jahatku terhadap Darsih, wanita lugu itu. Dan setelah mendapat penginapan, aku mengantarkan Darsih ke dalam kamarnya. Kemudian setelah itu aku menuju parkiran untuk beristirahat di dalam mobil.

(((Duk .. duk .. duk ...)))

Aku terbangun. Seseorang nampaknya mengetuk jendela mobilku, sambil memberi isyarat agar aku menjalankan mobil. Yang membuat aku heran, aku masih berada di tepian hutan Nagreg ke arah Bandung. Bukan di parkiran hotel tempat Darsih menginap. Lalu di mana Darsih? Wanita itu tidak ada di sebelahku. Yang tertinggal hanya selendang merahnya dan aroma bunga kamboja.

***

#braggingrights #coretanembun #fiksi #ceritamisteri #horroraddict

Kamis, 07 November 2013

Salah Sangka






**


Seorang laki-laki terlihat sedang berdiri di samping pohon mangga pada halaman rumah mungil yang asri. Ia rupanya sedang mengamati keadaan sekeliling rumah tersebut. Raut wajahnya terlihat sangat bengis dan sadis. 

Sepanjang lengan kanan dan kirinya penuh dengan tattoo. Kulitnya hitam mengkilat seperti kulit singa laut, potongan rambutnya cepak. Ia berbadan kekar dengan otot-otot yang menonjol tanpa bisa disembunyikan dari baju berwarna orange bertuliskan ‘TAHANAN’.

Laki-laki itu rupanya baru saja melarikan diri dari penjara, di mana ia telah mendekam selama 15 tahun dari vonis hukuman seumur hidup. Ia adalah seorang pemerkosa yang kemudian membunuh para korbannya dengan sadis lalu merampok harta benda korban.

Setelah dirasa cukup aman mengamati keadaan sekitar, ia lalu menerobos mendekati rumah asri tersebut. Ia berniat kembali merampok uang atau apapun yang bisa diambil dari dalam rumah. Dengan mengendap-endap didekatinya jendela dapur untuk dicongkel pengkaitnya. Tapi ternyata pintu dapur terlihat sedikit terbuka, tanpa kesulitan buronan itu langsung menyelinap masuk ke dalam rumah.

Di dalam dapur, sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Lalu buronan itu kemudian bergerak menuju ruang keluarga yang bersebelahan dengan dapur. Keadaan masih sepi. Setelah dirasa aman ia lalu mulai mencari barang-barang berharga yang mungkin bisa diambilnya.

“Ooohhh...” Kemudian terdengar suara lengkingan seorang wanita menjerit. Wanita itu menangkap basah buronan yang sedang berkeliaran di dalam rumahnya. Secepat kilat buronan itu membungkam mulut si wanita .

” Honeyyy...kenapa sayang!” Terdengar suara laki-laki berteriak dari salah satu kamar tidur.

” Siapa dia?” Si buronan bertanya pada wanita yang sedang ketakutan itu.


” Suami saya.”

Dengan kasar buronan itu mendorong si wanita berjalan menuju kamar. Di sana
ia menemukan suami wanita itu. Laki-laki berwajah tampan dan berkulit putih sedang berbaring di ranjang. Laki-laki itu kaget dan langsung berdiri. Buronan itu langsung memberi isyarat dengan sebilah pisau dapur agar laki-laki itu diam.

Buronan itu kemudian mengambil sebuah kursi lalu memerintahkan si wanita duduk dan mengikatnya. Sementara sang suami hanya pasrah melihat apa yang terjadi. Laki-laki itu tidak dapat berbuat banyak karena ia tahu sedang berhadapan dengan narapidana yang buron. Ia takut akan keselamatan istrinya.

Buronan itu lalu terlihat dengan penuh nafsu mulai menciumi leher si wanita. Tak lama kemudian ia beranjak menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar tidur. Sementara si buronan ada di kamar mandi, sang suami cepat-cepat mendekati istrinya yang masih terikat di kursi.

” Dengar sayang, orang ini seorang buronan yang melarikan diri, kamu lihat pakaiannya kan? Dia mungkin menghabiskan banyak waktu di penjara dan tidak pernah melihat seorang wanita selama bertahun-tahun. Aku tadi melihat bagaimana ia mencium lehermu! Seperti sangat bernafsu,” Laki-laki itu hanya dapat menghela nafas dan memandang wajah istrinya dengan perasaan iba.

” Jika dia ingin berhubungan seks, jangan menolak, lakukan saja apapun yang ia minta padamu. Walaupun mungkin kamu merasa jijik. Tapi orang ini mungkin sangat berbahaya. Jika dia marah, dia akan membunuh kita. Jadilah kuat, Sayang... I love you!”

” Dia tidak mencium leherku, sayang. Dia hanya berbisik di telingaku. Dia bilang dia gay, dia pikir kamu unyu. Dan bertanya padaku apakah punya vaseline atau lotion apapun itu. Aku katakan kepadanya semua ada di kamar mandi. Kuatkan dirimu sayang...I love you too!”




***

Alkisah Ratu Dodot



Alkisah ada sebuah kerajaan bernama Babat Bubrah yang dipimpin oleh Prabu Peyeum dan permaisurinya Ratu Dodot yang terkenal legit. Disamping kelegitannya sang Ratu juga renyah, tapi bukannya tidak mungkin sesekali menjadi sengit dan sangit. Cerita ini berawal ketika Prabu Peyeum harus meninggalkan kerajaannya untuk menyelesaikan masalah kenegaraan melawan kerajaan tetangga yang terkenal sangat ngeyelan. Saking ngeyelnyasang Prabu merasa perlu untuk menyelesaikan sengketa antara kedua kerajaan yang bertikai secara face to face dengan kerajaan tetangga itu. Baiklah mari kita simak pengalaman Prabu Peyeum menuju ke kerajaan tetangga…


Kerajaan Tetangga a.k.a Alengka Sundil

Ternyata kerajaan Alengka Sundil dipimpin oleh seorang Ratu bernama Nimas Sundil. Prabu Peyeum rupanya tidak mengetahui hal ini. Dia pun terhenyak hingga langit ke tujuh. Dalam hatinya sang Prabu hanya bisa membatin –pantes ngeyelan lha wong wadon sing mimpin –

Akhirnya terjadilah pertemuan antara Prabu Peyeum dan Nimas Sundil. Dengan berdiri berkacak pinggang sang Prabu menunggu kehadiran Nimas Sundil untuk duduk di kursi singgasananya. Sesaat sebelum kehadirannya tercium aroma kembang kantil yang menyayat hidung. Aroma mistis pun langsung menebar ke seluruh ruangan. Sesaat sang Prabu mulai terlihat sesak seperti nyamuk yang mabuk baygon bakar.

Kemudian muncullah Nimas Sundil…dengan diiringi tarian yang dibawakan para dayang-dayang  untuk menyambut kehadirannya. Bisa dibayangkan betapa rempong dan ribetnya. Namun apa yang terjadi? Prabu Peyeum terkesima sodara. Ratu Nimas Sundil menyeruak diantara para dayang-dayang yang sedang menari dan tanpa basa basi langsung menghadapi sang Prabu dan bertatap muka secara face to face.

Mereka lalu berhadap-hadapan. Prabu Peyeum masih tidak bergeming melihat kecantikan Nimas Sundil yang tidak kalah dengan permaisurinya sendiri yaitu Ratu Dodot yang selegit dodol. Dengan mengangkat sedikit dagunya Nimas justru kelihatan sangat seksi dengan leher jenjang yang menantang setiap drakula yang haus darah. Tidak terkecuali Prabu Peyeum apalagi kabarnya ia masih keturunan Don Juan.

"Blankkkkk"

Tiba-tiba Prabu Peyeum tidak ingat lagi apa tujuannya pergi ke kerajaan Alengka Sundil. Otaknya justru bekerja bagaimana caranya dia bisa mendapatkan Nimas Sundil. Melihat Prabu Peyeum terkesima, tidak disia-siakan oleh Nimas Sundil. Wanita itupun langsung melancarkan ‘ajian maut pemikat ragawi’. Emang dasarnya Nimas Sundil juga masih keturunan Lolita, kedatangan Prabu Peyeum justru merupakan tantangan baginya. Bisa dijadikan studi banding, pikirnya.


Ajian Maut Pemikat Ragawi Pun Dilancarkan

Menghadapi Raja seperti Prabu Peyeum bukan masalah bagi wanita sekelas Nimas Sundil. Setelah mempersilahkan sang Prabu duduk di kursi kehormatan, Nimas pun menduduki singasananya. Prabu Peyeum tetap tidak bergeming sedikitpun melihat Nimas Sundil. Seakan-akan tidak mau melewatkan sedikitpun gerak gerik dari wanita itu.

Nimas tersenyum, di atas singasana yang dipenuhi kembang kantil dan wanita itu lalu menyilangkan kaki kirinya di atas kaki kanannya. Kain yang dikenakannya pun tersingkap, terlihat sepasang paha mulus yang seakan-akan melambaikan tangan pada kedua mata Prabu Peyeum. Sang Prabu semakin seperti ‘serigala yang kelaparan’, dengan liur yang menetes menyaksikan pemandangan yang tidak ia sangka-sangka. Pembicaraan pun dimulai. Sang Prabu yang pada awalnya ingin menyelesaikan sengketa tentang wilayah kerajaannya yang dicaplok oleh kerajaan Alengka Sundil perlahan lupa apa yang harus dia katakan. Prabu Peyeum malah mengatakan niatnya ingin memperistri Nimas Sundil. Nah loh…!!

Namun tidak semudah itu memperistri Nimas Sundil. Keinginan Prabu Peyeum lalu ditolaknya mentah-mentah. Alasannya karena Nimas ingin memimpin sendiri kerajaanya dan tidak mau diboyong ke kerajaan Babat Bubrah. Tapi Nimas menawarkan kepada Prabu Peyeum untuk menemaninya memimpin kerajaan Alengka Sundil dan meninggalkan Kerajaan Babat Bubrah. Hal ini tentu saja membuat Prabu Peyeum bingung. Pertama misinya gagal, kedua dirinya terpikat oleh pesona Nimas Sundil dan ketiga dia harus meninggalkan permaisuri legitnya Ratu Dodot. Tapi nafsu rupanya sudah mengerogoti benak sang Prabu. Hatinya pun rupanya sudah terpenjara dalam diri Nimas Sundil. 

Sebagai seorang raja dia harus rela melepaskan gelarnya bila menjadi suami Nimas Sundil. Sesaat kemudian sang Prabu kembali dihadapkan pada pemandangan sepasang kaki jenjang yang bersinar. Tanpa ditanya untuk yang kedua kalinya Prabu Peyeum langsung mengangguk seperti terhipnotis. Hilang sudah bayang-bayang Ratu Dodot yang selegit dodol. ‘Ajian maut pemikat ragawi’ berhasil dilancarkan Nimas Sundil.


Di kerajaan Babat Bubrah

Hampir setiap malam Ratu Dodot menunggu kedatangan Prabu Peyeum. Sudah 7 purnama Prabu Peyeum tidak kunjung datang. Ini menimbulkan kecemasan pada diri Ratu Dodot. Dirinya bertanya-tanya apakah yang terjadi dengan sang Prabu. Apakah Prabu Peyeum tewas dalam peperangan melawan kerajaan Alengka Sundil? Ratu Dodot kemudian berusaha mencari tahu.Ratu Dodot kemudian mengadakan rapat dengan para pejabat istana. Karena keinginan yang kuat, Ratu Dodot bertekad mencari sendiri keberadaan Prabu Peyeum hidup atau mati. Dirinya pun nekad pergi ke kerajaan Alengka Sundil untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan Prabu Peyeum. Dengan diantar penasehat kerajaan, Ratu Dodot mengendarai kuda terbang. Ia kemudian meninggalkan Babat Bubrah menuju Alengka Sundil.


Ratu Dodot Menyamar Sebagai Dayang di Alengka Sundil

Menjadi dayang di kerajaan Alengka Sundil tidaklah semudah yang dibayangkan. Ratu Dodot harus menjalani fit and proper test. Untungnya Ratu Dodot juga punya pengetahuan tentang perawatan kecantikan dari warisan leluhur, sehingga tidak susah buatnya sedikit membocorkan rahasia perawatan tubuhnya. Mulai dari manicure pedicure hingga menciptakan jamu pelangsing dan aneka lulur mandi. Melihat hal ini tentu saja Nimas Sundil sangat senang, lalu Ratu Dodot pun tanpa kesulitan mulai menyelidiki apa yang telah menjadi misinya, yaitu mencari Prabu Peyeum.

Alangkah terkejutnya Ratu Dodot, dirinya mendapati Prabu Peyeum ternyata sedang tidur di pembaringan milik Nimas Sundil. Dan yang lebih mengejutkan lagi , Ratu Dodot mendengar dari bisik-bisik para rekan sejawatnya yaitu para dayang-dayang bahwa Prabu Peyeum adalah suami baru Nimas Sundil. Darah Ratu Dodot langsung mendidih, bukan saja wilayah kerajaan Babat Bubrah yang dicaplok tapi Prabu Peyeum pun kena caplok. Tapi Ratu Dodot tidak ingin mati konyol di kerajaan Alengka Sundil. Ratu Dodot mulai memasang strategi merebut kembali Prabu Peyeum dari pelukan Nimas Sundil.


Stategi Ratu Dodot Menyadarkan Prabu Peyeum dari Pengaruh Ajian Nimas Sundil

Pada suatu hari Ratu Dodot mendapat giliran bertugas menyiapkan air mandi untuk Nimas Sundil yang terdiri dari kembang 7 rupa. Hal ini tidak disia-siakan oleh Ratu Dodot, karena kemungkinan besar ia akan bisa bertemu dengan Prabu Peyeum. Ternyata benar, pada saat Ratu Dodot akan menyiapkan keperluan mandi Nimas Sundil dirinya tanpa sengaja bertemu dengan Prabu Peyeum. Tapi yang lebih mengherankan lagi Prabu Peyeum seperti tidak mengenali Ratu Dodot. Wanita itu tidak kehilangan akal, ia lalu menebarkan wewangian khas dirinya ke seluruh ruangan. Sesaat Prabu Peyeum tersentak, sambil menghirup nafas dalam-dalam dia seakan mengingat aroma yang menyesaki penciumannya.

“Aku mengenali wewangian ini, aroma kembang 7 rupa bercampur sedikit rasa manis dodol…Ratu Dodot, kaukah itu?”

“Kakang Prabu ini aku, permaisurimu…” Prabu Peyeum langsung berlari menghampiri Ratu Dodot –dengan gerakan slow motion – lalu memeluknya. Rupanya ‘ajian maut pemikat ragawi’ luntur oleh cinta murni yang kembali dihadirkan dari aroma tubuh asli Ratu Dodot yang bercampur kembang 7 rupa dengan sedikit aroma manis dodol.

"Brakkkkkkk"

Nimas Sundil dengan mata nyalang melihat kejadian tersebut. Lalu dia pun dengan kekuasaannya memerintahkan para prajurit kerajaan Alengka Sundil untuk menjebloskan Ratu Dodot ke dalam penjara. Kemudian cepat-cepat mengganti aroma kembang 7 rupa dengan aroma mistis kembang kantil.

Ratu Dodot akhirnya mendekam dalam penjara di Alengka Sundil setelah identitasnya terbongkar. Permaisuri Prabu Peyeum itu tidak bisa berbuat banyak. Nimas Sundil lalu memerintahkan para pejabat istana Alengka Sundil dan para prajuritnya untuk membumi hanguskan kerajaan Babat Bubrah secepatnya.

*Ending dari cerita ini saya serahkan kepada pembaca, heuheu…*


____________________

also published : KOMPASIANA

Selasa, 27 Agustus 2013

Dendam Sang Diva



Diva menenggak gelas terakhir chivas yang dipesannya. Entah sudah berapa gelas Diva menenggak minuman beralkohol itu. Gadis berusia 21 th itu baru saja menandatangani kontrak dengan salah satu perusahaan rekaman besar. Diva merasa harus merayakan langkah awal sebagai penyanyi terkenal bersama manager dan teman-temannya. Dengan percaya diri Diva mulai beraksi dengan menari-nari di atas meja sebuah bar. Dengan gayanya yang sensual gadis itu menggoda setiap pengunjung laki-laki di bar tersebut. Diva tidak peduli yang penting dirinya ‘happy’ hingga lupa diri.

Seorang laki-laki memerhatikan Diva dari sebuah meja di sudut bar. Tak lama kemudian laki-laki itu mulai mendekati meja di mana Diva sedang berdiri. Kemudian laki-laki itu mengulurkan tangannya pada gadis itu. Diva langsung tertawa dan hup…gadis itu pun menjatuhkan diri kedalam pelukan laki-laki yang tidak dikenalnya itu. 

“Diva, ayo kita pulang,” kata Monik manager gadis itu.

“Tinggalkan aku Monik,...aku pulang bersamanya, dia ini pacarku,”kata Diva sambil mengerling manja pada laki-laki yang memeluknya. Lalu mereka berciuman.

***

Pagi itu suasana apartemen Diva seperti kapal pecah. Gadis itu tidak ingat lagi apa yang telah terjadi semalam. Kepalanya seperti berputar putar karena efek minuman beralkohol semalam yang sudah membuatnya mabuk berat. Diva kaget karena gadis itu bangun dari tidurnya tanpa menggunakan sehelai benang pun di tubuhnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Tiba-tiba ponsel-nya berdering, dengan malas dilihatnya panggilan yang masuk. Ternyata Monik. Managernya itu rupanya telah menghubungi berulang kali. Di ponsel-nya terdapat 20 panggilan tak terjawab dari Monik. Ponsel kembali berdering, dari Monik.

“Iya Monik, aku sedang bersiap menuju ke sana, aku naik taksi saja tidak perlu dijemput,” kata Diva pada managernya di ujung telepon. Hubungan telepon lalu terputus.

Diva mulai bersiap-siap karena hari ini ada jadwal wawancara exclusive dengan sebuah station TV swasta, Diva seorang penyanyi pendatang baru yang berbakat. Tidak sampai satu jam, Diva pun sudah berada di dalam taxi yang membawanya ke tujuan.

***

Setelah melakukan kegiatan yang sangat melelahkan seharian, Diva lalu memutuskan untuk pulang. Monik mengantarkan Diva hanya sampai di lobby apartemen. Gadis itu langsung turun setelah Monik menceramahinya dengan berbagai aturan. -Diva, kamu harus jaga diri, jangan sembarangan berkencan dengan laki-laki yang tak kamu kenal- ... -Diva kamu harus...harus...harus...harus...-
Aarrrggggghhhhh...Diva menjerit dalam hati. Harus dan harus adalah perkataan Monik yang didengarnya setiap saat.

Dengan langkah gontai gadis itu melangkah masuk kedalam lift. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Ada seorang pria di belakangnya yang turut masuk dalam lift. Kemudian Diva menekan tombol angka 8, lantai di mana dia tinggal. Sesampainya di lantai 8, Diva serta merta keluar lift. Sambil bernyanyi nyanyi kecil Diva menuju ruang apartemen-nya. Sesampainya di depan pintu apartemen, gadis itu lalu mencari -cari kunci dalam tasnya. Tiba-tiba Diva merasakan ada suatu benda dingin menempel pada lehernya. Dan laki-laki dalam lift tadi sedang berdiri tepat di belakangnya.

“Jangan bergerak, buka saja pintunya. Kalau berani berteriak, kamu mati,” kata suara berat di belakangnya sambil menempelkan sebuah belati ke leher gadis itu.
Diva langsung pucat pasi. Gadis itupun serta merta menuruti kemauan laki-laki di belakangnya. Sial sekali hari ini pikir Diva. Gadis itu menyesal telah menolak tawaran Monik untuk mengantarkannya sampai pintu ruang apartemen.

“Tolong, jangan bunuh saya. Kamu boleh ambil apapun yang kamu mau,” kata Diva ketakutan sambil menghiba.

“Buka bajumu,” kata laki-laki itu dingin. Laki-laki itu ternyata Rengga, anak seorang pengusaha terpandang negeri ini. Dan Diva mengenalnya karena laki-laki itu adalah seorang publik figur.

“Saya mengenal Anda. Apakah Anda tidak takut saya melaporkan Anda pada polisi?” Kata Diva dengan mengumpulkan segala keberanian yang ada.

“Buka saja bajumu,” kata laki-laki itu tak peduli.

“Baiklah, tapi tolong singkirkan belati yang menempel di leherku,” kata Diva hampir menangis.

“Sekarang berbaringlah, dan jangan melawan,” kata laki-laki itu sambil melepas pula semua yang menempel pada tubuhnya.

Diva tidak dapat berbuat banyak dan kemudian gadis itu hanya dapat meneteskan air mata. -Aku diperkosa- pikir gadis itu. Setelah kejadian itu Rengga meninggalkannya begitu saja. Perasaan Diva menjadi tidak karuan dan terhina. Gadis itu berniat ingin melaporkan perkosaan yang menimpanya. -Tapi tidak sekarang- pikir Diva. Besok pagi dia harus tampil kembali di salah satu station TV swasta lainnya.

***

Tiga hari berlalu, Diva belum juga berani mengambil tindakan. Diva ragu-ragu dan takut, seandainya dia melaporkan Rengga pasti akan terjadi sebuah skandal besar. Masalah perkosaan adalah hal yang sensitif dan aib terutama bagi wanita. Pasti media akan mem-blow up berita ini besar-besaran. Apalagi hal ini menyangkut orang terkenal seperti Rengga dan keluarganya. Tapi kejadian itu telah membuat Diva menjadi sangat traumatis. Jiwa gadis itu sangat terguncang.

“Silahkan Anda ceritakan bagaimana kejadiannya,” kata penyidik kepolisian. Diva mulai bercerita apa yang dialaminya pada penyidik tanpa terlewat sedikitpun. Gadis itu menceritakan apa adanya, tanpa ditambah atau dikurangi.

“Apakah Anda mengenal laki-laki itu?”

“Tidak, tapi saya tahu dia adalah Rengga anak seorang pengusaha terkenal.”

“Kenapa Anda tidak langsung melaporkan kejadian tersebut, sehingga kami dapat langsung mengambil visum.”

“Karena ada pekerjaan yang harus saya selesaikan. Lagipula saya tidak punya keberanian.”

“Baiklah, kami akan menindak lanjuti laporan saudara. Dan kami pun akan melakukan beberapa penyelidikan.”

***

Beberapa hari kemudian berita tentang ditangkapnya Rengga dimuat seluruh surat kabar negeri ini. Belum lagi berita dari berbagai infotaiment di seluruh station TV turut memberitakan pula.
Polisi rupanya telah melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menyeret Rengga ke meja hijau. Berdasarkan penyelidikan polisi dari kamera CCTV apartemen. Terlihat Rengga berjalan di belakang Diva saat menuju lift. Ternyata pada malam sehari sebelumnya, Rengga juga telah bersama Diva. Terlihat pada rekaman kamera CCTV mereka saling berpelukan masuk dalam lift seperti sepasang kekasih.

***

Ruangan pengadilan itu penuh sesak oleh orang-orang yang akan menyaksikan jalannya persidangan. Hari itu akan digelar sidang pertama dengan Rengga sebagai terdakwa. Rengga rupanya didampingi seorang pengacara terkenal. Persidangan pun dimulai. Dengan Rengga yang duduk di kursi terdakwa. Kemudian Diva pun masuk ke dalam ruang sidang untuk dijadikan saksi. Hakim lalu mulai memberikan pertanyaan-pertanyaan.

“Saudara saksi, apakah Anda mengenal terdakwa?”

“Tidak.”

“Keberatan bapak Hakim, bolehkah saya mengajukan beberapa pertanyaan pada saksi?” Kata pengacara Rengga. Hakim pun lalu mempersilahkan.

“Saudara saksi, benarkah Anda tidak mengenal laki-laki ini?”

“Tidak, tetapi saya tahu siapa laki-laki ini.”

“Apakah sehari sebelumnya Anda pernah melakukan hubungan seks,” lanjut pengacara Rengga.

“Saya tidak tahu.”

“Jawab ‘ya’ atau ‘tidak’.”

“Ya...”

“Dengan siapa Anda melakukan hubungan seks? Dengan pacar Anda?”

“Tidak.”

“Lalu dengan siapa?”

“Saya...saya...tidak tahu dengan siapa,” kata Diva dengan terbata-bata. Kemudian ruang sidang bergemuruh dengan suara pengunjung yang menyesaki persidangan dua orang terkenal itu.

“Menurut kamera CCTV, sehari sebelum kejadian Anda bersama klien saya. Di situ Anda terlihat sangat mesra layaknya sepasang kekasih.”

“Saya tidak ingat dengan siapa. Karena saya di bawah pengaruh minuman keras.”

Lagi-lagi ruang sidang kembali bergemuruh. Banyak di antara pengunjung sidang yang mencibir ke arah Diva. Mereka yang sebagian besar adalah peliput berita infotaiment dan gossip langsung memberitakannya secara live. Pemberitaan yang beredar sangat memojokkan Diva yang dianggap sebagai artis pendatang baru yang hanya mencari sensasi dan kepopuleran. Kembali ke ruang sidang...

“Bapak hakim yang terhormat, klien saya tidak bersalah. Klien saya tidak terbukti melakukan pemerkosaan. Hubungan seks yang klien saya dilakukan bersama saudara saksi adalah atas dasar suka sama suka...bla...bla...bla...”

Setelah beberapa kali persidangan. Rengga pun dibebaskan dari segala dakwaan. Rengga melenggang bebas. Pengadilan memutuskan Rengga tidak terbukti bersalah. Lalu bagaimana dengan Diva? Seusai menjalani beberapa kali persidangan sebagai saksi, karirnya langsung hancur. Kontrak dengan perusahaan rekaman yang telah ditanda-tanganinya langsung dibatalkan secara sepihak oleh pihak produser. Masa depan Diva hancur sudah.

***

10 tahun kemudian.

Sebuah pesta pernikahan yang megah akan berlangsung, pernikahan antara Rengga dengan Maureen. Mereka belum lama bertemu baru sekitar 1 bulan. Tetapi cinta rupanya telah membutakan segalanya. Rengga melamar Maureen dan kemudian kini mereka pun menikah.

Usai prosesi pernikahan mereka langsung berbulan madu ke pulau Dewata. Mereka menginap di sebuah bungalow mewah milik keluarga Rengga. Kedua pengantin baru tampaknya sangat berbahagia. Rengga beruntung sekali dapat menikahi Maureen. Wanita itu cantik, bersifat sangat lembut dan keibuan. Tutur katanya pun halus tanpa sedikitpun berkata kasar. Maureen memang layak menikah dengan Rengga yang kaya raya. Malam itu pun mereka lewatkan berdua saja di bungalow mewah tersebut.


Keesokan harinya.

Rengga didudukkan pada sebuah kursi dengan kondisi hanya pengunakan celana dalam. Kedua tangan dan kakinya terikat dan mulutnya disumpal kain. Lalu Maureen berdiri dihadapannya.

“Aku ingin bicara denganmu Rengga,” kata Maureen sambil melepas sumpal di mulut laki-laki malang itu.

“Siapa kamu?”

“Apa kamu tidak mengenaliku, sayang?”

“Apa maumu? Kau bisa mengambil apa yang kamu mau, tapi jangan bunuh aku,” suara laki-laki itu bergetar.

Kemudian Maureen tertawa terbahak-bahak. Lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Rengga dan berbisik...

“Sepuluh tahun yang lalu aku pun berkata seperti itu. Jangan bunuh aku, kau bisa mengambil apa saja yang kau mau.”

“Siii….siiapa kau?”

“Aku Diva, sayang. Dan masa depanku hancur karena laki-laki semacam kaauu!!”

“Tii….tiidaakk mungkin.”

“Selamat tinggal Rengga, kita bertemu di neraka,” kemudian Maureen alias Diva mendorong kursi yang diduduki Rengga hingga tercebur ke kolam renang sedalam 3 meter itu.

Keesokan harinya berita tentang kematian Rengga menjadi Headlines di hampir semua surat kabar ibukota.

“SEORANG PENGUSAHA MUDA MATI TERBUNUH DI BUNGALOW PRIBADINYA”

Polisi langsung melakukan penyelidikan dan mencari Maureen, istri Rengga yang sekaligus tersangka.

Pada sebuah rumah kecil di pinggiran kota, terlihat Diva sedang menyaksikan berita tentang kronologis terbunuhnya Rengga dari televisi. Lalu dia pun mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

“Aku sudah menghabisi nyawa Rengga, tolong di-transfer sisa uangnya. Oh ya, satu lagi. Aku butuh operasi plastik dan identitas baru,” kata Diva pada seseorang di ujung telepon. Beberapa tahun terakhir Diva berprofesi sebagai pembunuh bayaran.


***

also published : 
Kompasiana