Sabtu, 01 Juni 2013

Jus Jeruk Puding Coklat




Pada suatu hari di samping pohon toge. Tampak sepasang kekasih sedang duduk berdua. Rima si cewe sibuk dengan gadget-nya sementara Aby pacarnya hanya bisa mengelus dada. Karena sejak mereka duduk di samping pohon toge itu, Rima sama sekali tidak lepas dari smartphone-nya.
” Bentar ya Bi, tanggung nih..tinggal posting,” Rima rupanya sedang membuat sebuah puisi.

” Rim….”
” Apa, Bi...”

” Puisi yang kamu buat itu buat siapa, Rim?”
” Buat siapa aja yang suka,” Rima melirik Aby.

” Puisi tentang apa dan untuk siapa itu?”
” Aby…Aby…puisi tentang cinta dan untuk siapa saja yang sedang jatuh cinta.”

” Kamu lagi jatuh cinta, Rim?”
” Ngak juga…biasa aja. Kan, aku bilang untuk siapa saja Bi. Kenapa Bi?”
” Pinter nge-les ya kamu, Rim.”

Aby cemburu hanya gara-gara Rima sering membuat puisi. Memang Rima sering menulis puisi dan kemudian di posting di blog pribadinya ataupun blog keroyokan. Di situ pula Rima berinteraksi dengan banyak sekali penulis dan penyuka fiksi.
” Rim...”
” Iya, Aby...”

” Kamu itu seperti kelinci ya?”
” Maksud kamu….?”

” Kamu sepertinya jinak, tapi sangat sulit ditangkap. Hanya bisa dipandang…oh itu ada kelinci.”
” Bisa aja kamu Bi.”

” Kamu pun tidak pernah membuatkan aku sebuah puisi.”
” Oke, aku nanti akan buatkan kamu puisi.”

” Sekarang Rim…gak mau nanti.”
” Belum ada ide Bi.”

” Belum ada ide atau ngak mau? Tergantung niat ya, Rima?” Aby sepertinya mulai gusar.
” Iya..sabar dong sayang.”
” Tapi kalo membuat puisi balasan kamu sempatkan ya Rim?”

” Aby, please deh...puisi balasan itu artinya mereka terinspirasi dari puisi yang sudah aku buat dan sebaliknya. Hanya itu sayang.”
” Pokoknya aku mau kamu buatkan aku puisi sekarang juga Rim.”
” Oke..oke, sekarang juga.” Rima pun bingung. Apa yang harus dia puisi-kan buat Aby. 

Tiba-tiba dilihatnya semangkuk puding coklat dan segelas jus jeruk di atas meja.
” Rima…mana puisi untuk aku, sekarang!”
” Jus jeruk puding coklat...”
” Trus...”
” Jus jeruk puding coklat, aku ingin kau memelukku erat.”

Aby pun menarik tangan Rima hingga ponselnya terjatuh. Lalu dipeluknya Rima erat erat.
” Ini yang kamu mau, Rima.”
” Lepasin Bi, aku gak bisa nafas.”
” Biar saja. Biar kamu mati dipelukanku sayang.”
” Aiihh…”
” Biar ini menjadi puisi terakhirmu dan hanya untukku.”

***

Tidak ada komentar: