Sabtu, 14 Februari 2015

Otak Kanan Poetry

1423946221632388244



***
“Sebaiknya Anda ikut Saya. Nama Anda Poetry?”

“Nama lengkap Saya, Poetry Wulan Merindu. Cukup panggil Poetry.”

Belum sempat Poetry bertanya, laki-laki yang mengetahui namanya itu langsung menariknya. Menuju motor yang terparkir tidak jauh dari mereka bertemu. Ia memberi kode pada Poetry untuk segera naik.

Motor itu dilarikan sekencang-kencangnya. Menembus malam. Hawa dingin menusuk tulang. Mereka melintasi Jalan Raya yang lenggang pada sebuah gurun yang gelap. Semburan udara dingin membuat wajah Poetry membeku. Tapi yang penting ada seseorang yang menolongnya dari kejaran pihak berwajib.

Dari kejauhan Poetry melihat cahaya berkilauan. Seperti sebuah kota atau entah apa. Poetry tidak dapat memastikan, apakah itu tempat yang menyenangkan ataukah tempat yang akan memberinya mimpi buruk.

“Anda akan aman di tempat Saya.”

Poetry hanya diam. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Mungkin hanya laki-laki ini yang dapat menolongnya keluar dari masalah.

Sampailah mereka pada sebuah rumah dengan gerbang yang menjulang tinggi. Pintu gerbang terbuka secara otomatis, motor yang mereka kendarai lalu melesat masuk.

Sudah ada seseorang yang berdiri di ambang pintu rumah. Sepertinya memang sudah terbiasa menyambut kedatangan laki-laki ini. Poetry semakin yakin laki-laki yang bersamanya adalah pemilik rumah.

Laki-laki di pintu tadi membungkukkan badan lalu mempersilakan masuk. Mereka bertiga menyusuri koridor yang panjang. Terdengar suara-suara di sepanjang koridor. Poetry berusaha keras menangkap suara-suara tersebut. Sayup-sayup terdengar seperti banyak orang berkata ‘Selamat datang di rumah data’…’Selamat datang di rumah data’… suara-suara itu terdengar berulang-ulang. Laki-laki itu menangkap mimik Poetry yang mulai bingung.

“Abaikan. Anda aman di sini.”

“Apakah ini tempat legal? Saya takut tertangkap lagi.”

“Di sini Anda aman. Percayalah. Saya mengerti kekhawatiran Anda.”

Laki-laki tadi mengeluarkan ponsel lalu menghubungi seseorang. Mereka bercakap-cakap dengan bahasa yang tidak dimengerti Poetry. Laki-laki tadi memberi isyarat kepada Poetry supaya mengikutinya, sambil tetap menelepon. Sampailah mereka pada sebuah pintu yang besar, kemudian pintu itu terbuka. Di dalam banyak sekali orang-orang sedang berkumpul. Poetry disambut oleh wanita-wanita yang berpakaian seperti peri. Mereka bersayap seperti bidadari.

Seorang pelayan menghampiri,

“Tolong bawakan Saya anggur,” kata laki-laki itu. Tanpa bicara pelayan tadi mengangguk.

Poetry menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Langit langitnya terbuat dari kaca, sehingga Poetry bisa langsung bertatapan dengan bulan. Di tengah tengah ruangan terdapat air mancur yang bisa langsung diminum. Karena airnya terbuat dari anggur.

Seseorang mendekati Poetry. Seorang wanita yang nampaknya lebih tua darinya.

“Kamu datang bersama Kapten?”

“Siapa Kapten?”

“Laki-laki itu, yang datang bersamamu. Dia pemilik tempat ini.”

“Begitu?” kata Poetry, wanita tadi menggangguk.

Tiba-tiba lengan Poetry dicengkeram dengan keras. Laki-laki yang dipanggil ‘Kapten’ tadi sudah berada di sampingnya. Lalu berkata dengan nada sedikit kasar,

“Jauhi perempuan gila ini.”
Wanita itu hanya menyeringai. Sambil berlalu, dia lalu berkata pada Poetry sambil tertawa,

“Anda tidak pernah bisa pergi dari sini, Nona,” Perempuan itu kembali terbahak.


***

‘Kapten’ memberinya sebuah kamar dalam rumah ini. Cukup luas dengan perabot besar, seperti kamar-kamar kastil Dracula. Tapi Poetry tidak dapat memejamkan mata. Poetry ingin mengetahui apa yang sedang terjadi di rumah ini. Terlebih setelah pertemuannya dengan wanita yang dianggap gila tadi.

Poetry menyelinap keluar kamar. Kembali terdengar suara-suara aneh. Seperti yang didengarnya pada saat memasuki rumah ini. Dia lalu mengikuti dari mana suara-suara itu berasal. Sampailah dia pada sebuah tangga menuju ruang bawah tanah.

Di ruang bawah tanah berupa sebuah lorong. Keadaannya seperti Rumah Sakit dengan lampu neon yang sangat terang. Banyak terdapat pintu. Poetry mencoba membukanya. Tapi semua terkunci. Hanya satu yang tidak terkunci. Ruang itu sepertinya adalah ruang tindakan. Beruntung ada sebuah jendela kaca berukuran kecil pada pintunya. Sehingga Poetry dapat melihat apa yang sedang terjadi di dalam ruangan tersebut.

Beberapa orang yang nampaknya seperti ahli medis rupanya sedang melakukan proses operasi pada seseorang.

“Selamat datang di rumah data,” perempuan yang dianggap gila tadi tiba-tiba sudah berdiri di samping Poetry sambil menyeringai.

“Siapa Anda?”

“Tidak penting, Nona. Aku lupa namaku sendiri. Tapi Anda bisa memanggilku DDT12.”

“Anda tidak punya nama?”

“Dulu punya, sekarang lupa. Semenjak para medis di ruang operasi itu mencuci otakku.”

“Maksud Anda? Apa yang terjadi di sini?”

“Psstt…jangan berteriak.”

“Siapa di luar?” terdengar suara dari dalam ruang tindakan. Wanita bernama DDT12 menarik Poetry lari menyusuri lorong-lorong bawah tanah. Wanita ini sepertinya sudah mengenal seluk beluk tempat ini. Ujung dari salah satu lorong adalah sebuah pintu kaca yang menghubungkan ruang bawah tanah dengan taman belakang.

“Di taman ini aman?”

“Tidak juga. Karena, Kapten sedang mengawasi kita dari camera CCTV. Dia memang senang bermain-main dulu dengan para tawanannya.”

“Tawanan, katamu?”
Wanita itu kembali tertawa. Kemudian kembali bicara dengan mimik serius.

“Ya…kita adalah tawanan sang Kapten. Apabila kita nampak seperti sudah bisa melarikan diri dari sini, anjing anjing Rottweiler yang sudah dilatih menjadi buas akan mengoyak-ngoyak tubuh kita.”
Poetry tergidik membayangkan tubuhnya terkoyak dan jadi santapan anjing.

“Lalu…?”

“Saya dan yang lainnya adalah tawanan di sini. Termasuk Anda. Walaupun Anda belum dicuci otak. Hanya masalah waktu.”

“Dicuci otak?”

“Ya. Saran Saya, larilah sebelum Kapten mencuci otak Anda.”

“Kenapa Kapten ingin mencuci otak Saya?”

“Karena Anda adalah Poetry Wulan Merindu. Menurut Kapten, seperti yang saya dengar, otak kanan Anda lebih dominan daripada otak kiri. Itu sebabnyna Anda sekarang berada di sini. Karena Kapten menginginkan otak kanan Anda untuk kesempurnaan pola pikirnya.

“Itu sebabnya Kapten ingin mencuci otak Saya?”

“Cukup jelaskan? Dan sekarang sebaiknya Anda lari.”

“Bagaimana caranya?”

“Panjatlah tembok di belakang ini. Tapi di sana sudah menanti sekawanan anjing anjing Rottweiler yang kelaparan. Anda siap?”

Tiba-tiba Sirine berbunyi. Poetry dan DDT12 disorot dengan sebuah lampu yang sangat menyilaukan. Mereka berdua diminta untuk menyerah. Mereka sudah terkepung. Pihak keamanan langsung menangkap mereka berdua, yang terindikasi akan melarikan diri. Sang Kapten, lalu berdiri di hadapan mereka berdua sambil bertepuk tangan.

“Bravo…bravo. Usaha yang bagus, DDT12.”

Pupil mata DDT12 bergerak ke sana ke mari seperti sedang mancari akal.

“Kapten, Wanita ini bohong. Dia bukan Poetry Wulan Merindu. Percayalah. Atau silahkan buktikan sendiri.”

“Saya tidak mungkin salah. Saya sudah mengamati gerak gerik Wanita ini sebelumnya. Dia sedang dicari-cari karena harus dideportasi dari negara ini. Poetry Wulan Merindu dari Negeri Imaji.”

“Anda percaya?”

Sang Kapten nampak gusar. Lalu berteriak pada petugas keamanan untuk membawa Poetry ke ruang tindakan. Pemeriksaan pun dilakukan.

Poetry dibaringkan di atas meja operasi. Beberapa ahli medis bersiap-siap memeriksa otaknya. Satu jam berlalu, 2 jam, 3 jam. Hampir  selama 6 jam pemeriksaan Poetry tidak kunjung selesai.

Kapten mulai gelisah. Kadar otak kanan Kapten mulai menipis. Hal ini akan membuatnya tidak bahagia. Daya intuitif, kreatif dan artistiknya akan melemah. Bila sudah begitu bagaimana Dia dapat membayangkan para bidadari bersayap dalam visualisasi imajinasinya.

Salah satu ahli medis mendatangi sang kapten,

“Sepertinya ada kesalahan, Kapten. Wanita ini bukan Poetry Wulan Merindu. Kalaupun wanita ini adalah yang dimaksud, keadaannya sangat tidak memungkinkan untuk diambil otak kanannya. 100% Wanita ini hanya mempunyai otak kiri. Otaknya hanya berisi data.”

Kapten mengepalkan tangannya dengan geram.


***

Keesokan harinya.

Poetry Wulan Merindu diserahkan kepada pihak berwajib Negeri Rasional oleh Sang Kapten. Wanita ini harus segera dideportasi karena Undang Undang 
di Negeri Rasional melarang siapapun juga yang mempunyai kandungan otak kanan lebih besar untuk masuk ke negara Rasional. Alasannya karena dapat diduga akan mengacaukan negara Rasional dengan ilusi ilusi nya yang tidak masuk akal.

“Terima kasih DDT12. Kamu baik, sudah memberi sedikit informasi. Selama di ruang operasi kemarin, Saya berusaha keras mengisi otak kanan ini dengan membayangkan data-data.”



***
Keep Calm and Write ON ;) … Salam