Selasa, 27 Agustus 2013

Dendam Sang Diva



Diva menenggak gelas terakhir chivas yang dipesannya. Entah sudah berapa gelas Diva menenggak minuman beralkohol itu. Gadis berusia 21 th itu baru saja menandatangani kontrak dengan salah satu perusahaan rekaman besar. Diva merasa harus merayakan langkah awal sebagai penyanyi terkenal bersama manager dan teman-temannya. Dengan percaya diri Diva mulai beraksi dengan menari-nari di atas meja sebuah bar. Dengan gayanya yang sensual gadis itu menggoda setiap pengunjung laki-laki di bar tersebut. Diva tidak peduli yang penting dirinya ‘happy’ hingga lupa diri.

Seorang laki-laki memerhatikan Diva dari sebuah meja di sudut bar. Tak lama kemudian laki-laki itu mulai mendekati meja di mana Diva sedang berdiri. Kemudian laki-laki itu mengulurkan tangannya pada gadis itu. Diva langsung tertawa dan hup…gadis itu pun menjatuhkan diri kedalam pelukan laki-laki yang tidak dikenalnya itu. 

“Diva, ayo kita pulang,” kata Monik manager gadis itu.

“Tinggalkan aku Monik,...aku pulang bersamanya, dia ini pacarku,”kata Diva sambil mengerling manja pada laki-laki yang memeluknya. Lalu mereka berciuman.

***

Pagi itu suasana apartemen Diva seperti kapal pecah. Gadis itu tidak ingat lagi apa yang telah terjadi semalam. Kepalanya seperti berputar putar karena efek minuman beralkohol semalam yang sudah membuatnya mabuk berat. Diva kaget karena gadis itu bangun dari tidurnya tanpa menggunakan sehelai benang pun di tubuhnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Tiba-tiba ponsel-nya berdering, dengan malas dilihatnya panggilan yang masuk. Ternyata Monik. Managernya itu rupanya telah menghubungi berulang kali. Di ponsel-nya terdapat 20 panggilan tak terjawab dari Monik. Ponsel kembali berdering, dari Monik.

“Iya Monik, aku sedang bersiap menuju ke sana, aku naik taksi saja tidak perlu dijemput,” kata Diva pada managernya di ujung telepon. Hubungan telepon lalu terputus.

Diva mulai bersiap-siap karena hari ini ada jadwal wawancara exclusive dengan sebuah station TV swasta, Diva seorang penyanyi pendatang baru yang berbakat. Tidak sampai satu jam, Diva pun sudah berada di dalam taxi yang membawanya ke tujuan.

***

Setelah melakukan kegiatan yang sangat melelahkan seharian, Diva lalu memutuskan untuk pulang. Monik mengantarkan Diva hanya sampai di lobby apartemen. Gadis itu langsung turun setelah Monik menceramahinya dengan berbagai aturan. -Diva, kamu harus jaga diri, jangan sembarangan berkencan dengan laki-laki yang tak kamu kenal- ... -Diva kamu harus...harus...harus...harus...-
Aarrrggggghhhhh...Diva menjerit dalam hati. Harus dan harus adalah perkataan Monik yang didengarnya setiap saat.

Dengan langkah gontai gadis itu melangkah masuk kedalam lift. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Ada seorang pria di belakangnya yang turut masuk dalam lift. Kemudian Diva menekan tombol angka 8, lantai di mana dia tinggal. Sesampainya di lantai 8, Diva serta merta keluar lift. Sambil bernyanyi nyanyi kecil Diva menuju ruang apartemen-nya. Sesampainya di depan pintu apartemen, gadis itu lalu mencari -cari kunci dalam tasnya. Tiba-tiba Diva merasakan ada suatu benda dingin menempel pada lehernya. Dan laki-laki dalam lift tadi sedang berdiri tepat di belakangnya.

“Jangan bergerak, buka saja pintunya. Kalau berani berteriak, kamu mati,” kata suara berat di belakangnya sambil menempelkan sebuah belati ke leher gadis itu.
Diva langsung pucat pasi. Gadis itupun serta merta menuruti kemauan laki-laki di belakangnya. Sial sekali hari ini pikir Diva. Gadis itu menyesal telah menolak tawaran Monik untuk mengantarkannya sampai pintu ruang apartemen.

“Tolong, jangan bunuh saya. Kamu boleh ambil apapun yang kamu mau,” kata Diva ketakutan sambil menghiba.

“Buka bajumu,” kata laki-laki itu dingin. Laki-laki itu ternyata Rengga, anak seorang pengusaha terpandang negeri ini. Dan Diva mengenalnya karena laki-laki itu adalah seorang publik figur.

“Saya mengenal Anda. Apakah Anda tidak takut saya melaporkan Anda pada polisi?” Kata Diva dengan mengumpulkan segala keberanian yang ada.

“Buka saja bajumu,” kata laki-laki itu tak peduli.

“Baiklah, tapi tolong singkirkan belati yang menempel di leherku,” kata Diva hampir menangis.

“Sekarang berbaringlah, dan jangan melawan,” kata laki-laki itu sambil melepas pula semua yang menempel pada tubuhnya.

Diva tidak dapat berbuat banyak dan kemudian gadis itu hanya dapat meneteskan air mata. -Aku diperkosa- pikir gadis itu. Setelah kejadian itu Rengga meninggalkannya begitu saja. Perasaan Diva menjadi tidak karuan dan terhina. Gadis itu berniat ingin melaporkan perkosaan yang menimpanya. -Tapi tidak sekarang- pikir Diva. Besok pagi dia harus tampil kembali di salah satu station TV swasta lainnya.

***

Tiga hari berlalu, Diva belum juga berani mengambil tindakan. Diva ragu-ragu dan takut, seandainya dia melaporkan Rengga pasti akan terjadi sebuah skandal besar. Masalah perkosaan adalah hal yang sensitif dan aib terutama bagi wanita. Pasti media akan mem-blow up berita ini besar-besaran. Apalagi hal ini menyangkut orang terkenal seperti Rengga dan keluarganya. Tapi kejadian itu telah membuat Diva menjadi sangat traumatis. Jiwa gadis itu sangat terguncang.

“Silahkan Anda ceritakan bagaimana kejadiannya,” kata penyidik kepolisian. Diva mulai bercerita apa yang dialaminya pada penyidik tanpa terlewat sedikitpun. Gadis itu menceritakan apa adanya, tanpa ditambah atau dikurangi.

“Apakah Anda mengenal laki-laki itu?”

“Tidak, tapi saya tahu dia adalah Rengga anak seorang pengusaha terkenal.”

“Kenapa Anda tidak langsung melaporkan kejadian tersebut, sehingga kami dapat langsung mengambil visum.”

“Karena ada pekerjaan yang harus saya selesaikan. Lagipula saya tidak punya keberanian.”

“Baiklah, kami akan menindak lanjuti laporan saudara. Dan kami pun akan melakukan beberapa penyelidikan.”

***

Beberapa hari kemudian berita tentang ditangkapnya Rengga dimuat seluruh surat kabar negeri ini. Belum lagi berita dari berbagai infotaiment di seluruh station TV turut memberitakan pula.
Polisi rupanya telah melakukan penyelidikan dan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menyeret Rengga ke meja hijau. Berdasarkan penyelidikan polisi dari kamera CCTV apartemen. Terlihat Rengga berjalan di belakang Diva saat menuju lift. Ternyata pada malam sehari sebelumnya, Rengga juga telah bersama Diva. Terlihat pada rekaman kamera CCTV mereka saling berpelukan masuk dalam lift seperti sepasang kekasih.

***

Ruangan pengadilan itu penuh sesak oleh orang-orang yang akan menyaksikan jalannya persidangan. Hari itu akan digelar sidang pertama dengan Rengga sebagai terdakwa. Rengga rupanya didampingi seorang pengacara terkenal. Persidangan pun dimulai. Dengan Rengga yang duduk di kursi terdakwa. Kemudian Diva pun masuk ke dalam ruang sidang untuk dijadikan saksi. Hakim lalu mulai memberikan pertanyaan-pertanyaan.

“Saudara saksi, apakah Anda mengenal terdakwa?”

“Tidak.”

“Keberatan bapak Hakim, bolehkah saya mengajukan beberapa pertanyaan pada saksi?” Kata pengacara Rengga. Hakim pun lalu mempersilahkan.

“Saudara saksi, benarkah Anda tidak mengenal laki-laki ini?”

“Tidak, tetapi saya tahu siapa laki-laki ini.”

“Apakah sehari sebelumnya Anda pernah melakukan hubungan seks,” lanjut pengacara Rengga.

“Saya tidak tahu.”

“Jawab ‘ya’ atau ‘tidak’.”

“Ya...”

“Dengan siapa Anda melakukan hubungan seks? Dengan pacar Anda?”

“Tidak.”

“Lalu dengan siapa?”

“Saya...saya...tidak tahu dengan siapa,” kata Diva dengan terbata-bata. Kemudian ruang sidang bergemuruh dengan suara pengunjung yang menyesaki persidangan dua orang terkenal itu.

“Menurut kamera CCTV, sehari sebelum kejadian Anda bersama klien saya. Di situ Anda terlihat sangat mesra layaknya sepasang kekasih.”

“Saya tidak ingat dengan siapa. Karena saya di bawah pengaruh minuman keras.”

Lagi-lagi ruang sidang kembali bergemuruh. Banyak di antara pengunjung sidang yang mencibir ke arah Diva. Mereka yang sebagian besar adalah peliput berita infotaiment dan gossip langsung memberitakannya secara live. Pemberitaan yang beredar sangat memojokkan Diva yang dianggap sebagai artis pendatang baru yang hanya mencari sensasi dan kepopuleran. Kembali ke ruang sidang...

“Bapak hakim yang terhormat, klien saya tidak bersalah. Klien saya tidak terbukti melakukan pemerkosaan. Hubungan seks yang klien saya dilakukan bersama saudara saksi adalah atas dasar suka sama suka...bla...bla...bla...”

Setelah beberapa kali persidangan. Rengga pun dibebaskan dari segala dakwaan. Rengga melenggang bebas. Pengadilan memutuskan Rengga tidak terbukti bersalah. Lalu bagaimana dengan Diva? Seusai menjalani beberapa kali persidangan sebagai saksi, karirnya langsung hancur. Kontrak dengan perusahaan rekaman yang telah ditanda-tanganinya langsung dibatalkan secara sepihak oleh pihak produser. Masa depan Diva hancur sudah.

***

10 tahun kemudian.

Sebuah pesta pernikahan yang megah akan berlangsung, pernikahan antara Rengga dengan Maureen. Mereka belum lama bertemu baru sekitar 1 bulan. Tetapi cinta rupanya telah membutakan segalanya. Rengga melamar Maureen dan kemudian kini mereka pun menikah.

Usai prosesi pernikahan mereka langsung berbulan madu ke pulau Dewata. Mereka menginap di sebuah bungalow mewah milik keluarga Rengga. Kedua pengantin baru tampaknya sangat berbahagia. Rengga beruntung sekali dapat menikahi Maureen. Wanita itu cantik, bersifat sangat lembut dan keibuan. Tutur katanya pun halus tanpa sedikitpun berkata kasar. Maureen memang layak menikah dengan Rengga yang kaya raya. Malam itu pun mereka lewatkan berdua saja di bungalow mewah tersebut.


Keesokan harinya.

Rengga didudukkan pada sebuah kursi dengan kondisi hanya pengunakan celana dalam. Kedua tangan dan kakinya terikat dan mulutnya disumpal kain. Lalu Maureen berdiri dihadapannya.

“Aku ingin bicara denganmu Rengga,” kata Maureen sambil melepas sumpal di mulut laki-laki malang itu.

“Siapa kamu?”

“Apa kamu tidak mengenaliku, sayang?”

“Apa maumu? Kau bisa mengambil apa yang kamu mau, tapi jangan bunuh aku,” suara laki-laki itu bergetar.

Kemudian Maureen tertawa terbahak-bahak. Lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Rengga dan berbisik...

“Sepuluh tahun yang lalu aku pun berkata seperti itu. Jangan bunuh aku, kau bisa mengambil apa saja yang kau mau.”

“Siii….siiapa kau?”

“Aku Diva, sayang. Dan masa depanku hancur karena laki-laki semacam kaauu!!”

“Tii….tiidaakk mungkin.”

“Selamat tinggal Rengga, kita bertemu di neraka,” kemudian Maureen alias Diva mendorong kursi yang diduduki Rengga hingga tercebur ke kolam renang sedalam 3 meter itu.

Keesokan harinya berita tentang kematian Rengga menjadi Headlines di hampir semua surat kabar ibukota.

“SEORANG PENGUSAHA MUDA MATI TERBUNUH DI BUNGALOW PRIBADINYA”

Polisi langsung melakukan penyelidikan dan mencari Maureen, istri Rengga yang sekaligus tersangka.

Pada sebuah rumah kecil di pinggiran kota, terlihat Diva sedang menyaksikan berita tentang kronologis terbunuhnya Rengga dari televisi. Lalu dia pun mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

“Aku sudah menghabisi nyawa Rengga, tolong di-transfer sisa uangnya. Oh ya, satu lagi. Aku butuh operasi plastik dan identitas baru,” kata Diva pada seseorang di ujung telepon. Beberapa tahun terakhir Diva berprofesi sebagai pembunuh bayaran.


***

also published : 
Kompasiana

Tidak ada komentar: