Minggu, 08 Januari 2012

Benci Jadi Cinta




Huaaa... kesiangan, waktu sudah menunjukkan pukul 07.45 WIB. Dan yang pasti aku telat ke kampus. Ini gara gara mataku semalam tidak bisa terpejam sampai pukul 05.00 WIB. Harusnya aku jangan sampai ketiduran tadi. Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Aku tertidur dan baru bangun sekarang. Yang harus kulakukan sekarang adalah mandi bebek dan langsung capcus ke kampus.

Aku berdiri di pinggir jalan, menunggu bis. Rasanya lama sekali bis itu tidak muncul muncul. Seandainya aku bisa terbang mungkin sudah sampai di kampus. Waktu sudah menunjukkan pukul 08.15 WIB. Telat sudah pasti, hari ini ada ujian pula, huftt…Sekarang yang terbayang adalah raut wajah murka dosen kuliah Bahasa Inggris-ku. Dia paling tidak suka sama mahasiswa yang tidak disiplin.

Di tengah kepasrahan menunggu…
“Gaby, sendirian aje,” sayup sayup terdengar suara cowok yang aku kenal menegurku sambil cekikikan.
“Hei Dani, sini ...” seruku padanya.
“Sorry Gab, gw udah telat nih...duluan ya,he-he-he,” kata Dani dengan ekspresi yang menyebalkan.
“Woi sini lu, nebeng dong...,” akupun semakin geregetan karena Dani seperti benar benar ingin meninggalkan diriku yang sudah super telat ini.
“Percuma Gab, udah telat kita, mendingan kita jalan jalan aja kali yah...,” kata Dani cengar cengir sambil meminggirkan motornya.
“Apa lo bilang? sekarang ujian tau…, udahlah ke kampus dulu terima aja kalo dimaki-maki bu Suharti," jawabku datar tanpa ekpresi.

Sesampainya di kampus…

Di depan kelas Bahasa Inggris, suasana sepi semua pintu sudah tertutup. Ada dua pintu di ruangan itu. Satu pintu depan dan satu lagi pintu belakang. Tidak mungkin lewat pintu depan karena akan langsung berhadapan dengan bu Suharti, dosen Bahasa Inggris yang galaknya minta ampun. Beliau itu kalo menghukum mahasiswa seperti menghukum anak SD, misalnya suruh berdiri di depan kelas sambil menjewer kuping sendiri dan mengangkat satu kaki. Amit amit ya kalo sampai hal itu terjadi, bisa jadi bulan bulanan teman satu angkatan.

Aku memutuskan memasuki ruangan lewat pintu belakang, Dani membatalkan niatnya mengikuti ujian. Lebih baik tidak ikut ujian katanya, daripada ketahuan telat.  Pintu itu sedikit terbuka, aku mengintip ke dalam. Kulihat bu Suharti sedang berdiri menghadap papan whiteboard. Hmm...kesempatan buat masuk kelas nih. Pelan pelan kudorong pintu dengan perlahan, kulihat sekeliling ruangan untuk melihat keadaan adakah kursi yang kosong. Syukurlah, ada beberapa kursi kosong dideretan paling belakang dekat jendela. Tapi jalan masukku terhalang oleh kaki-kaki manusia yang nangkring pada kursi di depan mereka. Kaki-kaki itu tampaknya tidak mau turun dan memberiku jalan.
“Misi dong..mo lewat nih,” kataku setengah berbisik.
“Gak ah…lagi pewe nih,” kata suara cowok si pemilik kaki tadi, diiringi suara cikikikan teman-temannya.
“Hei...denger ya kasih jalan gak! udah telat nih, jangan cari gara gara ya…,” kataku ketus. Rupanya mereka adalah kakak-kakak kelas yang sedang mengulang mata kuliah Inggris Niaga.
“Loh... ini junior berani beranian ngancem senior, ngomong yang sopan dong,” jawab cowok tadi santai.
“Huh…cape nih aku jongkok terus begini, belum lagi kalo bu Suharti nengok ke belakang, awaassss kenapa sih! minggiiir donggg...,” kataku geram.

Benar saja…..
“Di belakang sana tampaknya ada yang jongkok ya?…hei mba, coba sini ke depan rupanya Anda terlambat,” kata bu Suharti sambil menurunkan sedikit kacamata yang bertengger di hidungnya.
Sapaan bu Suharti bagaikan petir yang menyambar di siang bolong. Tamatlah riwayatku. Akupun mendapat hukuman berdiri di depan kelas sambil menjewer sebelah telingaku dan mengangkat sebelah kakiku. itu belum seberapa, tapi malunya minta ampun, apalagi disaksikan berpuluh puluh pasang mata. Raut mukaku mulai memanas dan memerah. Huh...geram aku jadinya. Dan kulihat sekilas kakak kelasku tadi tersenyum puas. Awas saja tunggu pembalasanku.


Seusai kuliah….
“Gw bilang juga apa Gaby…mending ngak usah masuk tadi, lagian juga bukan ujian mid semester,” kata Dani.
“Ya sudahlah, terlanjur…yang pasti gw harus bikin perhitungan dengan cowok tadi,” kataku geram.
“Mau bareng lagi ngak...?” kata Dani.
“Engga deh, thanks…itu ada Retno, gw mending jalan jalan sama dia refresing. lagian ntar pacar lo cemburu, hi-hi-hi...,” kataku sambil tertawa mengejek.
Aku melambaikan tangan pada Retno, dia lalu menghampiri kami berdua yang sedang duduk di kantin.
“Kesian banget sih, kena hukuman sama bu Suharti, he-he-he…,” gantian Retno yang mengejekku.
“Liat aja tuh orang pasti gw bales, huh…,” aku jadi kesal membayangkan kejadian tadi. Retno dan Dani tertawa terpingkal pingkal membayangkan hukuman yang tadi aku terima.
“Retno…kita jalan jalan yuk, ngilangin suntuk,” kataku kemudian. Retno pun mengangguk setuju.
Kami pun berjalan keluar kampus menuju halte bis di seberang jalan. Lagi asik-asiknya menunggu bis tiba-tiba muncul makhluk yang membuatku di hukum tadi pagi. Dengan penuh kebencian kutatap wajahnya penuh angkara murka.
“Psttt…Gaby ngeliatinnya gitu banget sih? udah deh biarin aja, masih dendam gara-gara kejadian tadi?” kata Retno.
“Lo tau, dia yang bikin gw kena hukuman tadi…nyebelin banget.”
“Ooo…dia, eh btw dia itu kan kak Rio yang lagi naksir Deby.” 
"Bodo amat kali dia naksir siapa, yang jelas dia udah cari gara-gara sama gw.” 
Aku dan cowok itu saling beradu pandang. Kutatap matanya dengan pandangan sinis. Dia pun menatapku sedingin es kutub utara. Dan tanpa ekpresi melirikku lalu membuang muka. -Huh..dasar cowok angkuh sok kecakepan lagi- kataku dalam hati, geram.


***


Di lapangan Basket kampusku…

Semangatku yang menyala-nyala karena berniat latihan Basket sore ini, mendadak seperti api yang disiram air. Nyessssss...dan berasap. Aku kembali bertemu Rio, cowok menyebalkan itu sedang berdiri di pinggir lapangan sambil mendribel bola basket. Suasana hatiku masih penuh kebencian pada Rio, gara gara dia mempermalukan aku beberapa hari yang lalu.
“Rin…tau ngak cowok yang lagi mendribel bola di pinggir lapangan itu?” tanyaku menyelidik pada Rina.
“Owh, itu kak Rio... memang kenapa Gab?” 
“Lo bisa gak usir dia dari lapangan, Rin. Bikin gw gak semangat latihan aja sih itu orang...,” kataku sedikit emosi.
“Emang ada masalah apa lo sama kak Rio, Gab..?”
“Ada deh pokoknya...gak suka aja liat cowok jelek itu seliweran di depan muke gw,” sahutku masih dengan nada tinggi.
“Cuman lo deh Gab, yang bilang kak Rio jelek…he-he-he,ati-ati ya Gab, jangan terlalu benci nanti jadi cinta,” kata Rina sambil cengar cengir
“Cinta? owh sorry ya, kalo gw sampe cinta, amit amit?” kataku sambil mengetuk ketuk bangku kayu yang kita duduki. 
“Gab...denger-denger dia mau ikut ngelatih team Basket kita loh, buat persiapan kejuaraan antar kampus, “ Kata Rina tersenyum lebar.
“Whaaatttt?” akupun seperti ngak percaya dan mendadak mual.
“Iya serius , tadi ngak sengaja gw nguping pembicaraan kak Bono dan lainnya. Kata mereka, kak Rio ikut ngelatih kita," Rina menjelaskan sambil mengangkat bahu.

Lalu tiba tiba
“Hei….kalian berdua, niat latihan ngak sih, malah ngobrol di pinggir lapangan. Dasar ya cewek sukanya banyak ngomong,” tiba tiba terdengar suara yang sangat sangat sumbang keluar dari mulut Rio.
“Eh mas, jangan sok jadi pelatih songong deh ya….kalo ngomong yang sopan ! masa ngomong sama cewek kasar gitu, dasar cowok ngak punya perasaan,” aku melotot dengan ekpresi sinis.
“Ih…apa sih Gaby, ngak enak diliat orang ribut-ribut gini,” kata Rina sambil menarikku menjauh dari Rio.
“Bilang ya sama temen kamu ini, ngak usah sok galak dan ngelawan segala, jelek tau…ha-ha-ha,”Rio menatapku tajam dan berlalu sambil sedikit menyeringai. Jelekkknyaaaa!
Hmm….kalo begini caranya kayaknya aku tidak bisa berlatih dengan serius nih. Apalagi pelatihnya Rio.Widih horror deh. Pasti jadi tidak semangat, kalo begini keadaannya. Tapi show must go on, pertandingan persahabatan antar kampus tetap akan berjalan. Berat sekali rasanya berlatih bila pelatihnya Rio. Aku benci keadaan ini.



Seusai latihan….
“Rin…mampir ke kedai cemilan sebelah kampus dulu ya, gw pengen beli makanan nih abis latihan cacing-cacing di perutku kelaperan, perlu asupan gizi,” kataku pada Rina.
“Ayolah…kita santai santai dulu aja menikmati minuman dingin sambil cuci mata, siapa tau ada manisan lewat depan mata,” kata Rina sambil cengar-cengir.
Kami pun menuju sebuah meja yang kosong di kedai itu lalu memesan tahu goreng dan es cendol. Sambil menunggu pesanan datang kami berdua ngoceh tentang banyak hal. Tiba tiba mataku kembali menangkap sosok Rio. Dia berjalan memasuki kedai sambil menggandeng Deby.
“Rin...coba lihat siapa yang datang,” kataku datar.
“Tuh bener kan Gab…dia lagi pedekate sama Deby, soalnya Deby pernah bilang ke gw Gab…," kata Rina antusias.
“Ehmm…gw punya ide nih Rin,” lalu kubisikkan rencanaku pada Rina sambil nyengir.
“Ha-ha-ha…serius Gab,” kata Rina
“Serius  Rin, kita liat saja pasti seru..ha-ha-ha,“ kataku sambil tertawa lebar.
Aku dan Rina pun merencanakan sesuatu, yang pasti akan membuat Rio menyesal telah berurusan denganku. Rencana itu akan kita jalankan besok pada waktu latihan basket. Kita lihat Rio, apa yang akan terjadi besok. Aku pun tersenyum puas memikirkan rencanaku.



Hari pembalasan buat Rio  ….

Hari ini kami kembali berlatih, Rio masih tetap menyebalkan. Sementara Deby sedang duduk manis di pinggir lapangan sambil sesekali memerhatikan Rio. Cewek itu menggunakan baju serba pink- she's like a barbie too much.

Sekitar 10 menit lagi latihan usai. Aku melirik Rina, dia pun mengangguk. Sebuah isyarat bahwa rencana akan segera kita jalankan. Tak lama kulihat Rio berjalan mendekati Deby, cewek itu sedang duduk bersama teman-temannya -para Cheer Leaders. Sebelum sempat Rio sampai menghampiri Deby, Rina sudah berdiri di depan Rio dengan nafas tersenggal-senggal.
“Kakak, anggota kita ada yang pingsan di samping Sekretariat, mungkin kecapean kak…tolong kak, saya takut terjadi apa apa ,“ kata Rina. Secepat kilat Rio pun berlari mengikuti Rina menuju samping ruang Sekretariat.
Di lantai samping ruangan Sekretariat aku berbaring seperti layaknya orang yang sedang pingsan, tak lama Rio menghampiriku. Aku diam tak bergerak, lalu Rio menyentuh keningku. Kubuka mataku tiba tiba, Rio pun kaget. Dia lalu berdiri dan mundur selangkah. Akupun berdiri dan langsung kutarik kerah bajunya sehingga kami menjadi sangat dekat. Lalu aku berakting seolah olah kita sedang berciuman.
“Rioooooo, kita putuss!” terdengar pekikan Deby cetar membahana. Ratna yang berdiri di belakang Deby mengedipkan mata padaku.
“Deby…dengar dulu penjelasanku,” kata Rio. tapi rupanya Deby tidak ingin mendengar alasan apapun. Dia berlari meninggalkan Rio.
Rencanaku berhasil. Sambil mengedipkan mata kutinggalkan Rio yang masih terlihat sangat  kesal dan marah  kepadaku. Santai aja ya mas Rio, dendamku sudah terbalas -kataku dalam hati. Aku pun puas dan tertawa dalam hati. Pembalasan lebih kejam mas Rio. Huh...mas apaan dasar Rio jelek!

***


Keesokan paginya di kantin Kampus….

Aku duduk sendiri di suatu pojok kantin. Sambil menikmati sekerat roti bakar minimalis isi coklat dan segelas teh panas dengan asap yang masih mengepul. Tiba tiba seseorang berdiri di hadapanku. Rio. Aku diam dan mengacuhkannya. Lalu sekonyong-konyong dia duduk pada kursi di depanku, menatapku lama tapi tidak kubalas tatapan matanya. Rio menghela nafas dan dari sudut mataku kulihat dia mengeleng-gelengkan kepala.
“Hei kamu…kenapa diam saja? Bisa jelasin ngak kenapa kemarin berbuat heboh di samping sekretariat?” kata Rio datar tapi suaranya penuh tekanan.
“Emang ada apa kemarin? kayaknya ngak ada apa-apa tuh,” sahutku dengan ekpresi santai.
“Oh begitu…kamu tau ngak, kamu sudah membuat gossip tentang kita berdua. sadar ngak sih kamu?”kata Rio lagi dengan nada sedikit gusar.
“Gossip apaan? kalo kita ciuman gitu?” kataku acuh.
“Iyaaaa..maksud kamu apa sih?" Rio mulai kesal dan suaranya mulai meninggi.
“Eh mas…kita kan kemaren ngak ngapa-ngapain, ya kan? dan kalo emang kita gak ciuman kenapa kamu kayak kebakaran jenggot gini sih, santai aja kali,” kataku acuh tak acuh sambil beranjak meninggalkan Rio.
Tidak kusangka Rio menarik tanganku, tapi dengan cepat kutepiskan tangannya. Aku pun meninggalkan kantin. Rio tidak bisa berbuat banyak. Rupanya gossip memang sudah menyebar. Setiap orang yang kutemui pasti langsung memandangku sambil berbisik bisik. Who knows and who care?

Tanpa sengaja aku pun melihat Deby sedang duduk di salah satu bangku depan kelas Ekonomi Mikro. Dia melihatku sekilas lalu membuang muka. Hmm…pasti dia pikir aku benar benar berciuman sama Rio. Bingung deh aku. Aku berniat menjelaskan masalah yang terjadi kemarin pada Deby. Tapi begitu kuhampiri, Deby langsung pergi menghindar dariku.
“Gaby sini deh…,”Rina memanggilku lalu berjalan menghampiriku bersama Retno dan Dani.
“Gab, lo ikut jadi panitia penerimaan mahasiswa baru kan?" kata Retno
“Iya ikut...,” kataku sekedarnya.
“Seksi apa Gab..?" kata Dani kemudian.
“Mentalitas, tuh bareng Rina,” kataku lagi.
         "Okay, sepertinya nanti ada rapat panitia," kata Rina kemudian.


kami kemudian memasuki ruang perkuliahan, aku, Rina, Retno dan Dani, untuk kuliah Ekonomi Mikro pagi ini. Setelah itu acara selanjutnya adalah mengikuti rapat pembentukan panitia Orientasi Mahasiswa Baru.

***


Masa Orientasi Penerimaan Mahasiswa Baru…

Hari ini adalah hari pertama Masa Orientasi bagi Mahasiswa baru. Aku dari pagi-pagi buta sudah berada di kampus tercinta. Di pintu gerbang kulihat para Mahasiswa baru bersiap-siap mengikuti masa orientasi dengan dandanan yang sudah ditentukan panitia. Aku berjalan menuju sekretariat untuk mengikuti rapat kecil sebelum acara berjalan. Dari ekor mataku aku menangkap sosok Rio lagi. Gila nih orang ada di mana-mana. 

Hedehhh….rupanya dia jadi panitia juga seksi P3K (Pertolongan Pertama Pada kecelakaan). Dodi ketua Orientasi Penerimaan Mahasiswa Baru mengawali rapat pagi ini.
“Teman teman semua, pagi ini kita akan mulai masa orientasi mahasiswa baru…perlu diingat khususnya buat seksi mentalitas harap perhatikan para mahasiswa baru yang mengenakan pita di lengannya. Terutama pita merah, yang artinya mahasiswa itu mempunyai penyakit serius, yaitu jantung...jadi jangan terlalu keras kalau perlu tolong dihindari supaya tidak terjadi hal hal yang tidak kita inginkan. Ok , mari kita sambut masa orientasi ini dan kita mulai dengan doa,” kata Dodi menutup rapat dengan singkat.
Walaupun aku agak sedikit kurang sehat. Tapi aku berusaha tetap konsentrasi menjalankan tugas. Lalu kami pun mengumpulkan mahasiswa baru di lapangan untuk apel pagi dilanjutkan dengan memeriksa kelengkapan mereka. Bagi mahasiswa baru yang tidak membawa tugas pastilah mendapat hukuman. Seorang mahasiswa baru tiba tiba berlari lari kecil menghampiriku.
“Maaf kak…ini ada surat buat kakak,” kata mahasiswa baru itu.
“Eh tunggu..dari siapa dek?” 
“Gak tau kak, saya cuma diminta menyampaikan saja,” katanya lagi
“Ya sudah...kembali lagi sana ke kelompok kamu, eh…tapi jangan lupa ya besok bawain kakak coklat, Toblerone. Jangan sampe engga ini tugas,” kataku iseng.
Dengan penasaran kubuka sampul surat tadi dan mengeluarkan sepucuk surat. Ternyata dari Rio. Begini isi suratnya :

Tiba tiba darahku berdesir setelah membaca surat Rio yang sangat to the point sekali. Kurang ajar, malah pengen dicium beneran. Lalu  kulihat bayangan Rio memasuki ruang P3K, seketika kulangkahkan kakiku menuju ke sana. Begitu aku memasuki ruangan, Rio pun melihat ke arahku. Kuhampiri Rio dan kulempar surat yang dikirimkannya tadi, setelah terlebih dulu aku robek-robek. Serpihan surat itupun melayang-layang di udara sebelum berhamburan ke lantai.


Masa Orientasi Mahasiswa Baru masih berlangsung….

Pagi ini hari terakhir masa Orientasi Mahasiswa Baru. Syukurlah, karena aku kembali kurang sehat, badanku sedikit meriang dan kepalaku pusing. Tiba tiba dari kejauhan ada seorang mahasiswa baru yang datang dengan tergopoh-gopoh. Rupanya dia terlambat. Sebagai seksi Mentalitas aku pun merasa harus menegakkan kedisiplinan.
“Hei…sini. Kamu, terlambat ya? Kamu saya hukum...,” sebelum aku selesai bicara, anak itu sudah pingsan duluan.
Aku panik, ternyata ada pita merah di lengannya. Itu tandanya dia menderita penyakit serius, yaitu Jantung. Aku lalu berteriak teriak minta tolong pada para panitia Mentalitas lainnya. Tak lama kemudian para petugas P3K lainnya datang menghampiri, dan membawa anak yang pingsan tadi ke ruangan P3K. Kepalaku jadi bertambah pusing, pandangan mataku berkunang kunang. Aku mencoba bertahan tapi akhirnya aku pingsan juga.


Setelah aku tersadar dari pingsan…

Aku membuka mataku dan aku sedang berada di ruangan P3K. Setelah benar benar tersadar ternyata ada seseorang yang sedang duduk di dekatku berbaring. Dan dia adalah Rio.
“Ngapain kamu Rio…,” tanyaku deg-degan.
“Aku lagi nungguin kamu sambil memandangi wajahmu Gaby…ternyata kamu lucu juga ya, aku suka,” kata Rio cuek.
“Bagus deh ,maaf nih mas... gada recehan,“ kataku tidak kalah cuek sambil berdiri lalu beranjak hendak meninggalkan ruang P3K.
“Eh..mau kemana, enakan juga di sini. Kita bisa ngobrol ngobrol dan saling mengenal, “ kata Rio lagi sambil menahanku dengan kedua tangannya. Basi banget ngak sih ini cowok.
“Sorry Rio, aku ngak ada waktu buat kamu,” kataku lagi.
“Ok, kapan kita bisa ngobrol berdua?” tanya Rio.
“Baiklah kalo itu maumu Rio, nanti aku kabari lagi ya…okey,” dan aku meninggalkannya.
*** 


Pertemuan di kedai kopi….

Suasana pada sore yang sumringah, senja menyelimuti hatiku yang gundah. Aku akhirnya memutuskan untuk bertemu Rio di kedai ini. Aku tiba terlebih dahulu. Tak lama kemudian Rio datang dan menghampiri mejaku.
“Hai Gaby…akhirnya kamu mau berkencan denganku di sore yang indah ini,” kata Rio sambil tersenyum penuh kemenangan.
“Wow…siapa bilang ini kencan Rio? kamu salah sangka…,” kataku sambil tersenyum.
“Terserahlah Gaby…yang penting aku sekarang bisa berdua denganmu,” kata Rio sambil duduk di kursi tepat di depanku.
           "Siapa bilang kita cuma berdua?" kataku sambil tersenyum.


Tak lama kemudian Deby pun muncul di antara Aku dan Rio. Rio tampak kaget. Aku memang sengaja tidak memberitahukan Rio kalau kita bertiga akan bertemu di sini. Pertemuan antara Aku, Rio dan Deby.
“Ok…tampaknya Deby sudah hadir,” kataku kemudian.
“Ada apa Gaby? apa yang akan kamu bicarakan,” Deby berkata dengan tidak sabar.
“Begini Deb…aku cuma ingin menyelesaikan masalah ini, bahwa tidak terjadi apa apa antara aku dan Rio. Kejadian kemarin di samping sekretariat karena aku cuma ingin ngerjain Rio aja Deb…maafin aku ya, kita gak ciuman kok Deb…semua itu cuma akting, kamu bisa tanya Rina,” kataku penjelaskan panjang lebar.
Kulihat Rio cuma diam dan dari ekspresi mukanya tampak tidak suka dengan apa yang aku lakukan.
“Gaby…kamu ngak perlu melakukan semua ini, aku sebenarnya…,” kata Rio.
“Jadi ternyata semua ini cuma akting…,”Deby memotong pembicaraan, dan wajahnya pun langsung berseri-seri setelah tahu bahwa ternyata aku dan Rio tidak ada hubungan apa-apa.
“Iya Deby, semua ini cuma akting…maafkan aku ya, sudah membuat hubungan kalian sempat berantakan,” kataku kemudian.
Entah kenapa tiba tiba perasaanku menjadi tidak karuan. Rio hanya bisa menatapku tanpa bicara. Dan kedua mata Deby langsung berbinar. Lebih baik aku pergi dari kedai ini dan memberi mereka kesempatan berdua.
" Ya udah Rio, kalo gitu kita jadian lagi ya...maafin Deby yang udah ngak percaya sama kamu dan seperti anak kecil," Deby berkata sambil bergelayut manja pada lengan Rio, aihhh...  
“Baiklah kalau begitu, masalahnya sudah selesai…aku permisi dulu ya,” kataku sambil mengedipkan mata pada pasangan Clark dan Barbie itu.
Deby pun tersenyum kepadaku. Rio tidak melihatku sama sekali, entah apa yang sedang dipikirkan cowok itu. Harusnya dia senang Deby mau menerimanya kembali. Kenapa Rio seperti tidak suka aku melakukan ini semua untuknya. Sejujurnya yang kurasakan saat ini, seperti ada sesuatu yang hilang dari hidupku.  Dan sepanjang perjalanan pulang aku pun tidak bisa berhenti memikirkan Rio. Tapi  ahhh…sudahlah -I have feel guilty but sad also.


***


Antara aku, Rio dan Deby….

Sejak pertemuan aku, Rio dan Deby, kami bertiga menjadi dekat dan bersahabat. Aku dan Rio pun semakin sering bertemu. Dan aku semakin mengenal siapa Rio dan juga Deby. Rio ternyata adalah seorang yang sangat menarik, cuek dan ternyata lumayan juga mukanya kalo dilihat-lihat. Siapa cewek di kampus ini yang tidak kenal Rio. Dan Deby selain cantik sikapnya sangat lembut dan feminin. Mereka berdua sepertinya adalah pasangan yang serasi, cantik dan keren 

Kami sering mengadakan pertemuan di sebuah taman kota untuk sekedar jogging atau membaca buku di bangku bangku yang berhamburan. Seperti sore itu, aku dan Rio duduk berdua dalam suasana sore yang sangat orange, setelah sebelumnya kami berkeliling taman untuk sekedar berolahraga. Deby berhalangan ikut karena ada keperluan lain. Lalu akupun memutuskan untuk pulang karena malam  mulai merayap bersiap berganti shift dengan senja. Dalam perjalanan pulang Rio tidak banyak bicara. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu sebuah kata terucap dari bibirnya…
“Gaby, taukah kamu…bila perasaanku terhadap Deby biasa biasa saja. Justru aku mempunyai perasaan yang lain ke kamu Gab, aku serius…aku ingin mengakhiri hubunganku dengan Deby dan ingin bersamamu Gab…,” kata Rio kemudian.
Jantungku berdetak kencang, semua ini tidak mungkin pasti Deby akan sangat kecewa untuk yang kedua kalinya apalagi bila aku kemudian benar-benar merebut Rio.
Aku tak kuasa berlari dalam dekapan rasa yang menyerbuku bertubi-tubi terhadap Rio. Beribu-ribu pesona Rio yang telah menyebar dalam diriku menambah pekatnya rasa dan telah menjadi candu dalam hatiku -:D.

Aku tidak pernah menyangka Rio akhirnya menyatakan perasaannya padaku. Walaupun aku merasakan perasaan yang sama, tapi aku tidak akan pernah mau mengakuinya. Karena pasti akan ada sebuah hati yang tersakiti. Aku ngak mau menari-nari di atas penderitaan Deby. Aku bisa merasakan sakitnya bila dikhianati, bila Deby tahu ternyata Rio juga mencintaiku. Seperti yang dikatakan lagi pada malam ini...
“Gaby…pandanglah mataku Gab, tidakkah kamu melihat ada sesuatu di sana?” Rio menatapku sambil menggenggam lembut kedua tanganku. 
Dan aku tidak sanggup membalas tatapan matanya. Mata itu menatapku tajam dan semakin menghujam menembus relung hatiku yang paling dalam. Rasa itu semakin mengikat mengaliri setiap jengkal debaran yang menari-nari membelai setiap sudut dalam hatiku. owh….panah asmaranya menghujam tepat di dada -:) hi-hi-hi.
“Aku ngak tau Rio,…aku,” dan bibirku seperti terkunci oleh ribuan gembok.
“Gaby, aku cuma ingin meyakinkan diriku bahwa kamu juga mencintaiku Gab…, aku yakin kita menpunyai perasaan yang sama, Gaby. Please, bukalah hatimu Gab...” kata Rio bertubi tubi seperti revolver.
“Maafkan aku Rio, aku belum bisa menjawabnya…beri aku waktu,” kataku sambil mundur selangkah kemudian pergi meninggalkan Rio seorang diri di teras rumahku. Bukannya jual mahal, tapi aku bingung dan harus berpikir sejernih mungkin.
***


Pagi itu di kampus….

Hari itu aku kembali ke Kampus. Sosok Rio sepertinya sudah menempel di nebula otakku. Aku tidak bisa menghilangkan bayangan senyumnya, sikapnya yang jail bila sedang menggodaku dan genggaman tangannya yang lembut bila kita sedang bicara. Tapi Rio bukan milikku dan aku menjadi sangat tersiksa karenanya. Semua ini harus diakhiri sebelum benang-benang cintanya membelit dan menyiksa lalu mencekikku kemudian aku mati konyol karenanya. Mati karena cinta.

Seusai kuliah pagi ini aku mencari Rio di setiap sudut Kampus. Akhirnya kutemukan dia sedang membaca di perpustakaan. Suasana dalam ruangan perpustakaan menyapaku dalam senyap dan aku menghampiri Rio yang sedang serius membaca. Dengan setengah berbisik aku pun berbicara…
“Rio…aku ingin mengatakan sesuatu denganmu,” kataku kemudian.
“Baiklah…ini tentang hal semalam, ya kan Gab?” kata Rio sumringah.
“Iya Rio, tapi sebaiknya tidak di sini..kita bicara di luar saja,” kataku berbisik.
Kami berjingkat jingkat meninggalkan ruang perpustakaan yang senyap. Lalu berjalan menuju kantin yang letaknya di luar gedung perkuliahan. Dalam diam Rio kembali menggenggam lembut tanganku. Aku dan Rio memilih bicara di bangku kosong sebelah kantin. Di bawah sebuah pohon belimbing yang menaungi kami berdua. Angin pagi yang bertiup sepoi-sepoi membelai lembut wajahku. Aku harus mengakhiri semua ini…
“Rio…maafkan aku, aku tidak mencintaimu,” kataku tergagap sambil berdiri dan bersiap meninggalkannya.
Tiba tiba Rio berdiri  menarik tanganku sehingga aku dan Rio saling berhadapan hampir tanpa jarak, lalu dia mencium keningku…… “morning kiss, with blowing wind on my face” aw..aw.




~ SELESAI ~


***
.

Cipularang



Minggu ini kami sekeluarga berencana berlibur ke kota Bandung. Semua sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya mulai dari penginapan sampai tetek bengek yang harus dibawa.
  
“Papa sudah siap berangkat?”

“Bentar mah, mau cukur kumis dulu nih biar rapi dikit...”

“oke deh, buruan pah…mama tunggu di mobil ya! anak-anak ayo berangkat...”

kulihat kedua anakku keluar dari kamar mereka dengan membawa travel bag masing-masing. Anakku pertama adalah seorang gadis berumur 15 tahun, bernama Tya. Sedangkan adiknya laki-laki masih berumur 10 tahun bernama Tyo.

“Tya..coba cek papah, kok lama banget sih?”

“Sabar dong mah, paling bentar lagi papah keluar...”

Benar saja tidak lama kemudian suamiku keluar rumah dan mengunci pintu depan, lalu berjalan kearah mobil yang akan membawa kami ke Bandung. 


Perjalanan Jakarta - Bandung

Hari itu Jumat sekitar jam 7 malam, beruntung suamiku bisa pulang lebih cepat dari biasanya. Perjalanan pun dimulai sambil menikmati kemacetan jalan menuju Bandung, tol arah Cikampek macet luar biasa. Kemacetan dimulai dari pintu tol kemudian lancar terkendali sampai arah Cikarang dan sedikit macet lagi karena ada penyempitan jalan tol karena perbaikan jalan. Barulah setelah memasuki tol Cipularang jalan agak lenggang walaupun jumlah kendaraan yang masuk lumayan banyak, maklumlah week end. Ke Bandung kalo musim liburan ya begini, orang Jakarta pindah tidur semua. Pantes deh kalo macet di mana-mana.

“Mah….Tyo pengen pipis nihhhh!”

“Aduh Tyo…tahan dulu ya, bentar lagi ada Rest Area.”

“Ngak tahan maahhh….ngompol nih!”

“Ya… ampun nih anak ngerepotin aja deh, pah..papah botol aqua kosong yang kemaren di bawah jok kemana pah?”

“Botol aqua?...ya udah papa buanglah mah!”

“Aduh gimana sih, kan Tyo bisa pipis di botol aqua itu pah!”

“Ya ampun mamah mulai deh ribet, udah deh berhenti aja di bahu jalan lagian temperatur mobil kok kayaknya tinggi nih, siapa tau airnya abis. Mamah sih, bisanya cuma pake aja tapi ngak ngecek air radiator abis apa ngak...”

“Ohh…jadi papa nyalahin mama ya? lagian heran deh kok apa-apa mama yang urus?”

“Papa..mama…please deh, Tyo pengen pipissss!”

Akhirnya berhentilah mobil kami di bahu jalan. Suamiku keluar dan membuka kap mobil untuk mengecek air radiator.

“Sudah sana Tyo pipis...jangan jauh-jauh ya.”

“Oke mah...”

Tak lama suamiku masuk ke dalam mobil.

Tyo belum selesai ya pipisnya?”

Kemudian suamiku melihat keluar jendela. Dan melihat Tyo sedang berdiri di belakang mobil.

“Tyo…ayo cepat masuk ke dalam mobil, nanti kita kemalaman loh.”

Tyo pun masuk ke dalam mobil, lalu kami pun melanjutkan perjalanan ke Bandung. Sesekali aku melihat kedua anakku, hmm... mereka tertidur rupanya.

Sampailah kami di sebuah penginapan, setelah check in dan menurunkan barang-barang bawaan kami pun menuju kamar masing-masing. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam lebih. Sebenarnya aku ingin cari makan di luar tapi kok sepertinya anak-anak ngantuk berat, akhirnya kami memutuskan makan di hotel saja.

“Tyo…kok kamu ngak makan sama sekali?” kulihat makanan Tyo tidak tersentuh. Tyo menggeleng.

“Ayo dimakan sayang, nanti masuk angin loh?” lagi-lagi Tyo menggeleng.

Aneh..biasanya anak ini cerewetnya minta ampun kok sekarang berubah, kalo ditanya dari tadi cuma bisa menggeleng dan mengangguk.  Sepertinya Tyo kurang enak badan, ya sudahlah kubiarkan saja apa maunya, mudah-mudahan besok semuanya normal kembali.


Pagi hari di kota Bandung yang sejuk

Rencananya hari ini  kami ingin jalan-jalan sambil kuliner di Bandung.

“Anak-anak, sudah siap…?”

“Mah..Tyo masih tidur tuh,” sahut Tya dari dalam kamar. Kumasuki kamar mereka dan benar saja Tyo masih meringkuk dalam selimut.

“Tyo...kamu sakit?” Tyo menggeleng. Kuraba dahinya, temperatur tubuhnya tidak panas hanya badannya dingin sekali dan mukanya pucat.

“Ya sudah kalo Tyo sakit ngak usah mandi, sana cuci muka dan sikat gigi  saja...” Tyo menurut dan beranjak menuju kamar mandi.

Setelah lelah seharian berkeliling kota Bandung, malamnya kami kembali ke penginapan. Besok, kami akan kembali ke Jakarta sekitar jam 10 pagi supaya sampai rumah masih bisa beristirahat.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan Bandung -Jakarta, mobil yang kami tumpangi memasuki pekarangan rumah. Lega rasanya bisa sampai di rumah kembali dengan selamat. Cuma sore nanti Tyo harus dibawa ke dokter karena sepertinya anak itu sakit. Tubuhnya kelihatan lemah sekali.

“Tyo..kamu istirahat dulu di kamar, jangan main game atau lainnya...pokoknya harus tidur, nanti sore kita ke dokter ya dek,”  Tyo mengangguk dan berbaring di tempat tidurnya.

((( Ting…Tong…Ting…Tong ))) 

Ada tamu rupanya. Aku bergegas ke ruang tamu untuk membukakan pintu.

“Selamat siang bu...kami dari kepolisian, apa benar ini rumah bapak Dhito?”

“Iya benar pak, saya istrinya...” jawabku dengan penuh tanda tanya.

“Kalau begitu Anda berdua ikut kami ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.”

"Ada apa ini?" Aku bingung.

Segera aku membangunkan suamiku yang sedang istirahat, lalu bergegas pergi menuju kantor polisi.


Di Kantor Polisi

“Sebenarnya ada kejadian apa pak?” tanya suamiku. Aku dan suamiku saling berpandangan. Bingung.

“Anda sebagai orang tua bisa dikenai pasal  20 KUHP  tentang Undang Undang Perlindungan Anak.”

“Maaf pak polisi, menurut Anda anak siapa yang tidak kami lindungi?”

“Hush ... mah tanya yang bener dong," suamiku nampak tidak suka atas pertanyaanku kepada pihak berwajib. "Kalau boleh tau, ada apa sebenarnya pak?”

“Begini bapak dan ibu Dhito...sebentar,” Kemudian petugas tersebut memberi isyarat kepada seorang polwan untuk memasuki ruangan. Tak lama kemudian polwan tersebut masuk ke dalam ruangan sambil menuntun seorang anak kecil. Dan ternyata anak itu adalahTyo!

“Mammmma...paaappaaaa...! Tyo mulai menangis setelah melihat aku dan suamiku.

“Tyo... mamah kan sudah bilang, kamu harus istirahat jangan ke mana-mana nak!” kataku kemudian sambil memeluknya.

“Loh, apakah bapak dan ibu tidak sadar sudah meninggalkan anak ini sendirian malam-malam di jalan tol? Beruntung ada petugas patroli yang menemukan anak ini sedang menangis di pinggir jalan. Akhirnya petugas patroli membawanya ke pos polisi terdekat dan anak ini sempat tidur di sana semalam.”

“Apaaa….?!” aku dan suamiku terkejut, mendengar cerita petugas polisi tersebut.

Akhirnya kami diinterogasi, dan kepolisian melakukan cross check ke tempat hotel di mana kami menginap. Sampai akhirnya kami diperbolehkan pulang karena kami tidak terbukti menelantarkan Tyo. Beruntung ada saksi dari petugas room service yang mengatakan bahwa pada Jumat malam kami memang memesan makanan untuk 4 orang dan beberapa karyawan pun melihat kami datang ber-empat. Walaupun polisi kurang percaya waktu kami jelaskan bahwa ada “Tyo” yang lain.

Sesampainya di rumah bergegas aku menuju kamar Tyo, mudah-mudahan anak yang mirip Tyo masih tertidur. Pintu kamar pun kubuka perlahan. Tidak  seorangpun ada dalam kamar Tyo. Yang ada cuma sehelai kain putih seperti kafan dengan bercak darah kering yang sudah menghitam tergeletak di lantai.  Sayup-sayup kudengar suara anak menangis dan tercium bau anyir darah.



__________________

Cinta Monyet



Pada suatu pagi di SMP “Kicau"...

Brakkkk……Setumpuk buku berserakan di bawah kaki Ratna.
“Liat-liat dong kalo jalan, main tabrak aja,” ujar Ratna sambil cemberut.
“Maaf…gak sengaja,” terdengar suara gugup anak laki laki yang berdiri di depannya.
Ratna mengangkat wajah menatap anak laki laki itu. Dia berdiri dengan wajah pucat disertai mulut menganga berikut kacamata setebal alas botol menghiasi wajahnya yang culun. Seketika Ratna merasa kasihan, pantas saja jalannya nabrak-nabrak kata Ratna dalam hati.
“Ya sudah gak apa apa, ngomong-ngomong  kamu anak baru ya?” kata Ratna lagi.
“Iya, saya baru pindah ke sekolah ini kemarin,” anak laki laki culun itu berkata sedikit lega karena anak perempuan yang ditabraknya ngak jadi marah.
Semenjak perkenalan yang tidak sengaja itu mereka akhirnya bersahabat. Ke mana-mana selalu berdua. Ratna selalu melindungi Galih dari gangguan Boy cs kelompok anak anak badung. Galih aman bersama Ratna di sekolah barunya SMP “Kicau” sekolah yang berada di komplek perumahan di mana mereka tinggal. Galih pun baru pindah ke perumahan ini mengikuti kepindahan orang tuanya dari kota lain.



Pada suatu hari sepulang sekolah….
“Ratna…aku punya sepeda baru, mau kan nanti kita jalan jalan keliling perumahan ini?” tanya Galih penuh harap.
“Oke Galih….agak sorean ya, karena aku harus tidur siang,” jawab Ratna sambil melempar senyum.
Merekapun berjalan bergandengan tangan sambil tertawa riang dan berlari lari kecil lalu menghilang di sudut jalan.
***


Sore yang cerah….

Galih dan Ratna mengayuh sepeda mereka sambil berkejar-kejaran, saling menyusul diiringi gerai tawa dan celoteh riang. Tiba tiba Ratna melihat sepasang kupu-kupu yang sangat indah berkejar-kejaran. Ratna tertarik. Karena Ratna seorang kolektor kupu-kupu cantik.
“Galiiihh….lihatlah sepasang kupu kupu itu, aku ingin menangkapnya,” pekik Ratna.
Dan Ratna pun seketika meletakkan sepedanya di pinggir jalan begitu saja dan berlari menuju taman di mana sepasang kupu-kupu tadi terbang berkejar-kejaran.
“Ratnaaa….tunggu,” Galih berseru dan berlari menyusul Ratna.
Ratna  menghilang dari pandangan mata di antara bunga-bunga beraneka warna yang tumbuh menghiasi taman itu. Kupu-kupu indah tadi tidak terkejar, dengan nafas terengah-engah Ratna kembali menghampiri Galih.
“Yahh…kupu-kupunya terbang jauh,” ada kekecewaan diraut wajah Ratna.
“Ini buat kamu….Ratna,” Galih memetik setangkai bunga yang tumbuh liar di taman itu.
“Makasih…,” Ratna pun terhibur. Galih lalu menyematkan bunga itu di telinga kanan Ratna.
Mereka berdua duduk di hamparan rumput taman, sambil mengagumi keindahan bunga-bunga beraneka warna. Tak terasa hari sudah di penghujung senja, langit pun berubah menjadi orange dan bersiap-siap menyambut datangnya malam.
“Kita pulang aja yuk….aku kehausan,” Ratna berkata pada Galih dan  menganggukan kepala tanda setuju.
“Iya..lagian sebentar lagi hari gelap, aku ngak mau kena jewer ibu,” ujar Galih tersenyum.
Lalu…..
“Sepeda kitaaa hilang !!!!! ”  Ratna berteriak panik.
Galih cuma bisa bengong, karena sepeda barunya juga raib tidak ada di tempat di mana mereka tinggalkan tadi.
Tiba-tiba……
“Hahaha…….emang enak sepedanya hilang,” terdengar suara anak laki laki dan tiba tiba sosok itupun muncul dari balik pohon beserta kelompoknya.
“Grrrrrrhhhh……….Boy, kamu tau dimana sepeda kita?“ Ratna setengah berteriak dan menatap wajah Boy lekat-lekat.
“Tuh….nangkring di atas pohon, hahahaha,” ejek Boy puas .
Galih dan Ratna memandang ke atas pohon dan melihat sepeda mereka terikat tali tambang pada sebuah dahan pohon yang kokoh. Lalu Boy dan teman temannya berlari meninggalkan Galih dan Ratna yang masih terlihat kesal sambil sesekali mereka menengok ke belakang dan mengejek.

***


Di depan gerbang SMP “Kicau”….

Galih sedang menunggu Ratna di bawah sebuah pohon dekat pintu gerbang SMP “Kicau”. Hari ini sepulang sekolah mereka berdua berencana bermain layang-layang di lapangan sebelah rumah Galih. Sambil mencoret-coret pohon dengan sebuah paku berkarat, Galih menuliskan sesuatu pada batang pohon itu. Di situ tertulis sebuah nama yaitu “Ratna.”
“Heii….maaf ya lama, soalnya hari ini giliran aku dapet jadwal piket,” Ratna mengagetkan Galih dari belakang.
“ehmm…gapapa, yuk kita pulang...sehabis makan siang aku tunggu ya di lapangan,” kata Galih bersemangat.
Seperti biasa mereka pun berjalan beriringan sambil sesekali berlari-lari kecil dan tertawa riang. Lalu merekapun menghilang di sudut jalan.




Siang itu Matahari bersinar dengan terik….

Galih dan Ratna tidak memedulikan sengatan sinar matahari siang itu. Mereka berdua berkonsentrasi menerbangkan layan- layang. Dan layang-layang itupun melenggak-lenggok di angkasa. Sesekali Galih menarik ulur benang layang-layang sampai tinggi di awan. Tiba-tiba ada layangan lain mendekat, benang-benang layangan pun beradu. Terjadi tarik ulur dan akhirnya…..taassss, layangan lawan putus dan melayang layang menuju bumi.
“Galih…kamu tunggu di sini ya, aku akan kejar layangan putus itu,” teriak Ratna penuh semangat.
Galih hanya menganggukkan kepalanya dengan wajah berbinar-binar gembira. Ratna berlari secepat kilat mengejar layangan yang putus itu. Dengan sekali lompatan layangan itu nyaris berada di tangannya, sebelum tiba-tiba ada sebuah tangan seorang anak laki-laki yang menghalangi Ratna meraih layang-layang itu...
“Heii…ini punyaku, aku dulu yang menyentuhnya,” ujar Boy menyeringai nakal.
“Layangan ini punyaku, aku duluan yang menyentuhnya, dan KAMU!!…merampasnya dariku Boy jelek,” Ratna berteriak marah.
Lalu terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan, dengan segenap keberanian Ratna merampas layangan putus tadi dari tangan Boy. Anak laki laki itupun tidak mau kalah mempertahankan layangan itu. Sampai akhirnya layangan itu sobek dan hancur menjadi serpihan serpihan kertas yang berhamburan di tengah tanah lapang. Ratna dan Boy pun berkelahi disaksikan teman teman Boy yang bersorak sorai.


Lalu tiba tiba…..

Byuurrrr………….Ratna dan Boy terpaksa menghentikan aksi mereka berkelahi. Seember air membasahi tubuh mereka berdua. Rupanya mendengar ribut-ribut, ibu Galih keluar dan menyiram Ratna dan Boy dengan seember air.
“Galih…ayo masuk ,“ kata ibu Suryo ( ibunda Galih )
Kemudian ibu Suryo menghampiri Ratna dan Boy yang basah kuyub tersiram air seember.
“Ratna…Boy…sebaiknya kamu pulang ya, ngak baik berkelahi begitu, maaf ibu siram kalian berdua supaya berhenti berkelahi,” ujar ibu Suryo
“Baiklah bu Suryo…maaf menganggu tidur siang ibu,” ujar Ratna berusaha sopan dan bu Suryo pun tersenyum sambil mengelus kepala Ratna.
Boy pun langsung berlari lalu sesekali menoleh ke belakang dan mengepalkan tangannya sambil menjulurkan lidah kepada Ratna.


***


Suatu pagi di beranda depan rumah Ratna….

Ratna hari ini ingin sekali tidak hadir di sekolah. Karena Ratna harus melawan ketakutannya terhadap sesuatu. Ratna phobia cicak. Dan tugas hari ini adalah membawa cicak sebagai contoh hewan reptil untuk mata pelajaran Biologi. Tapi tidak mungkin dia tidak masuk karena bisa bisa kena jewer ibu…
“Ratna, ayo kita berangkat…,” terdengar suara Galih dari pintu pagar.
“Oke..oke..sebentar Galih aku berpamitan dulu kedalam,” ujar Ratna tanpa semangat.
Merekapun berjalan menuju SMP “Kicau” pada pagi yang cerah ini, diiringi suara cericit ribut burung-burung yang bersahut-sahutan dan semilir udara pagi yang menyegarkan. Ratna tetap murung dan tak bergairah.
“Ratna, ini sudah saya bawakan tugas untuk pelajaran Biologi nanti,” kata Galih sambil menunjukkan toples berisi seekor cicak yang sedang melotot menatap dirinya.
“Hidihhhh…,” seketika Ratna tergidik melirik cicak dalam toples tersebut.
“Kamu harus lawan rasa takut kamu Ratna, harus lawan rasa phobia kamu itu,” kata Galih menenangkan Ratna.


Dan sampailah mereka berdua di sekolah...

Tidak lama kemudian bel tanda masuk berbunyi, Galih dan Ratna masuk kedalam kelas. Pelajaran pertama pagi ini adalah Biologi. Toples berisi reptil yang menjijikkan itu diletakkan Ratna di atas meja terbungkus sapu tangan merah jambu miliknya. Sungguh, Ratna tidak ingin melihat wajah cicak dengan tubuh yang menggeliat ke sana ke mari ingin bebas dari dalam toples.
“Anak anak, coba tugas kalian diletakkan di atas meja, ibu akan menghadap Kepala Sekolah sebentar...,” ujar Ibu Sri ( Guru Biologi )
Tak lama setelah Ibu Sri meninggalkan kelas, suasana langsung gaduh. Murid-murid pun mulai meninggalkan bangku mereka dan berjalan hilir mudik. Mereka saling memerhatikan macam-macam  cicak dalam toples satu sama lain.

Dan tiba tiba….

“Hahay….kayaknya ada yang takut cicak nih teman teman,” tiba tiba suara Boy membuyarkan lamunan Ratna.
Boy telah berdiri di hadapan Ratna, sambil menggenggam seekor cicak belang. Wajah Ratna memucat. Antara rasa takut, jijik dan marah Ratna pun menutup mata dengan kedua tangannya. Melihat kejadian itu Galih serta merta menghampiri mereka.
“Boy… jangan ganggu Ratna,” ujar Galih kesal.
“Hahaha….siapa yang ganggu dia, saya kan cuma ingin memperkenalkan Mico, cicak kecil piaraan saya,” kata Boy sambil mengerling nakal, dan….memasukkan cicak kecil itu kedalam saku baju seragam Ratna.
Seketika Ratna menjerit jerit, karena reptil kecil itu malah loncat hinggap di leher Ratna dan bergerak kesana kemari di atas tubuh Ratna karena ketakutan, sampai akhirnya cicak itupun terjatuh ke lantai dan lari entah kemana. Ratna masih menjerit jerit dan sekonyong konyong Ratna pun memeluk Galih.

“Deg” jantung Galih seperti mau berhenti berdetak, nafasnya tiba-tiba sesak. Ratna memeluknya. Ya ampunnn….Galih pun berusaha menenangkan diri.
“Tenang Ratna, cicak itu sudah pergi,” kata Galih kemudian tanpa berusaha melepaskan pelukan Ratna.
Seketika Ratna sadar dia sedang berada dipelukan Galih dan lalu perlahan melepaskan diri dari pelukan erat Galih. Wajah Ratna bersemu memerah. Dan merasakan sesuatu yang aneh, sebuah rasa yang tidak biasa.
Tak lama kemudian terdengar suara ketukan keras pengaris kayu pada papan tulis. Ibu Sri sudah berada dalam kelas rupanya.
“Ratna dan Boy...kalian ini selalu saja bertengkar, sekarang juga kalian segera menghadap guru BP,” perintah Ibu Sri.


***


15 tahun kemudian
Di sebuah gedung Perkantoran……..


Ratna mematikan komputer di atas meja kerjanya, sambil sesekali bernyanyi kecil. Hari ini Ratna berencana mampir ke sebuah toko buku, sepulang kerja.
“Ratna, sorry banget nih aku ngak jadi ikut kamu cari buku…ada hal lain yang harus aku kerjakan,” ujar Sari sambil mengedipkan mata.
“Ya sudah gapapa,… santai aja,” Ratna pun memberikan sahabatnya itu sebuah senyuman.


Sore itu kala langit berubah orange


Sambil berjalan menyusuri kaki lima,  Ratna menuju sebuah toko buku di sudut jalan. Ratna sesekali melayangkan pandangan pada suasana pertokoan yang hiruk pikuk. Toko buku itu sudah ada di depan mata, Ratna perlahan membuka pintunya. 

“Ting”.. terdengar suara lonceng berdenting yang menandakan ada seseorang memasuki toko. Suasana di dalam tidak terlalu banyak pengunjung, ini adalah sebuah toko buku yang umurnya sudah tua, mungkin sudah ada sebelum Ratna lahir. Dari kecil Ratna selalu diajak ke sini oleh kedua orang tuanya.


Ratna berjalan menyusuri rak rak buku sambil mencari buku yang diminatinya. Ada beberapa buku yang menarik perhatiannya, setelah puas mencari dan akhirnya memutuskan apa yang akan dibeli akhirnya Ratna berjalan menuju kasir.
“Braakkkk…..” buku-buku yang ada ditangannya jatuh ke lantai dan berserakan, seseorang menabrak Ratna dari belakang.
“Maaf, saya tidak sengaja,”terdengar suara seorang laki laki.
Ratna mengangkat wajahnya menatap laki laki yang menabraknya, mereka saling bertatap mata lama sekali. Seperti terbius Ratna memandang wajah lelaki di depannya tanpa berkedip. Sampai akhirnya…….
“Saya seperti pernah mengenal kamu,”kata laki laki itu.
“Saya pun merasa tidak pernah mengenal kamu,” Ratna mengangkat bahu sambil tertawa.
“Ngak salah lagi, kamu pasti Ratna kan?” tanya laki laki tadi.
Ratna mengeryitkan kening berusaha mengenali laki laki yang berdiri didepannya. Laki laki itu tinggi dengan sorot mata tajam dan  berwajah tampan. Tapi Ratna tetap tidak mengenalinya. Pikiran Ratna menerawang jauh sambil mengingat-ingat siapakah laki laki yang berdiri di depannya ini.
“Ratna, aku teman masa kecilmu, ingatkah kamu kita sealu bersama saat itu, bersepeda, main layangan dan Boy...pasti kamu ingat anak itu,”kata laki laki itu sambil tersenyum.
“Galiihh………kamu Galih ya?” Ratna setengah berteriak sampai-sampai para pengunjung toko lainnya melihat ke arah mereka. Alangkah senangnya hati Ratna kembali bertemu Galih. Ratna mengulurkan tangannya dan mereka pun berjabat sangat erat.
“Pertemuan ini harus kita rayakan, bagaimana kalau kita ke Kedai Kopi di seberang jalan itu?” kata Galih, Ratna menganggukkan kepalanya tanda setuju.


Sesampainya mereka di Kedai Kopi……
“Ratna kamu sama sekali ngak berubah, sama seperti 15 tahun yang lalu,” Galih tersenyum.
“Kamu yang berubah Galih, mana kacamata kamu itu?”  Ratna sambil tersenyum
“Hahahaha...” mereka pun tertawa berdua dan bercerita tentang nostalgia masa-masa indah dulu sambil menikmati kopi hangat, sehangat pertemuan sore ini.
***

Ratna menatap keluar jendela dari dalam kamarnya...

Langit yang menghiasi malam itu bertabur bintang-bintang. Seakan-akan semesta pun turut bersuka cita merayakan pertemuannya dengan Galih yang tidak sengaja. Ratna lalu mengambil sebuah kotak tempat ia menyimpan sepucuk surat dari Galih...

Sepucuk surat itu adalah surat pertama dan terakhir Galih untuk Ratna, semenjak itu mereka tidak pernah lagi saling berkirim surat. Sampai akhirnya mereka dipertemukan di sebuah toko buku yang berada di sudut jalan itu.
***

Hari ini mereka janji bertemu...

Galih dan Ratna kembali membuat janji untuk bertemu, di kedai kopi seperti pada waktu pertemuan mereka pertama kali. Kemudian mereka menghabiskan malam dengan menonton bioskop dan makan ice cream. Dalam perjalanan pulang suasana kota sudah agak sepi, mereka berjalan sepanjang kaki lima diiringi nyanyian para pemusik jalanan, mereka menuju area parkir. Ketika mereka akan menyeberang jalan Galih pun meraih tangan Ratna dan menggenggamnya. Jantung Ratna berdetak cepat, teringat akan rasa yang pernah hadir di waktu yang lalu, di mana Ratna tidak sengaja memeluk Galih dalam kelas.
Sepanjang perjalanan pulang Galih dan Ratna hanya terdiam, terhanyut dan terbawa angan masing-masing. Tanpa terasa merekapun sampai di halaman rumah Ratna. Galih mengantarkan Ratna sampai teras depan.
“Galih, terima kasih ya...” Ratna tersenyum.
“Ratna ...bolehkan aku memelukmu?" ujar Galih perlahan. Wajah Ratna pun merah padam, ia hanya bisa tertunduk dan tersipu malu.
Merekapun berpelukan di beranda, Galih dan Ratna kembali merasakan debaran dalam dada yang tidak biasa. Rasa itu masih seperti dulu, seperti 15 tahun yang lalu.



~SEKIAN~