Sabtu, 09 November 2013

Antara Nagreg dan Bandung Bersama Darsih






Setelah menghadiri pesta pernikahan salah seorang kerabat, aku dan keluargaku bersiap kembali ke Jakarta. Tapi kali ini aku harus kembali seorang diri dengan mengendarai mobil. Kebetulan kedua orang tuaku memutuskan kembali ke Jakarta dengan pesawat terbang. Hal ini karena kondisi ibuku yang kurang sehat akibat kelelahan.

Setelah mengantarkan ayah, ibu dan Karina -adikku- ke bandara Juanda Surabaya, akupun langsung berkendara menuju Jakarta. Rencana aku akan melewati Yogyakarta kemudian mengambil jalur Selatan menuju Bandung.

Perjalanan dari Surabaya ke Yogya hari itu kulalui dengan lancar. Setiba di Yogya aku memutuskan beristirahat di coffee shop sekitar 1 jam dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Bandung. 

Sesampainya di Tasikmalaya, adzan maghrib berkumandang, dan matahari mulai tenggelam. Dari Tasikmalaya mobil yang kukendarai bergerak menuju Bandung melalui jalur Nagreg. Seperti yang sudah kuduga, jalur ini macet luar biasa. Mungkin karena sedang long weekend. Tapi mau gimana lagi. Aku memutuskan lewat Bandung karena ingin bersilaturahmi dengan ibu kost semasa kuliah dulu.

Kemacetan jalur Nagreg semakin tidak bergerak. Saat ini waktu menunjukkan pukul 20.10 WIB. Karena jenuh aku malah sempat keluar mobil untuk meregangkan otot yang mulai kaku. Mataku pun mulai mengantuk. Aku mulai kelelahan.

Samar samar aku melihat seperti ada cahaya dari lampu minyak di sebuah gubug, seperti warung kopi. Entah mengapa tiba tiba aku memutuskan beristirahat sejenak di warung kopi itu. Lumayan lah, daripada ngantuk dan jenuh karena macet. Aku lalu memarkir mobil di tepi jalan, dan melangkahkan kakiku menuju warung kopi yang jaraknya sekitar 10 meter dari jalan raya.

Warung kopi itu nampak sepi, karena memang tidak terlihat ada seorangpun di situ. Tapi di dalam warung seperti ada seorang yang sedang memasak.

” Punten ...” Kataku sambil mengetuk meja kayu di hadapanku. Tak berapa lama kemudian muncul seorang wanita muda dari dalam warung kopi tersebut.

” Kopinya satu ya teh,” kataku padanya. Dia mengangguk, dan tak lama kemudian menyodorkan segelas kopi kepadaku. Lalu kuterima segelas kopi itu sambil memerhatikan wanita yang berdiri di depanku.

Cantik, muda dan berkulit putih bersih dengan rambut terurai sebahu. Wanita itu terlihat polos dan sederhana. Wajahnya bening tanpa pulasan make up. Dan yang membuatnya semakin menarik, dia mengenakan kebaya merah. Kontras sekali dengan warna kulitnya. Sebagai laki laki normal aku pun mulai iseng. Yah, lumayanlah buat teman ngobrol daripada ngantuk.

” Teh, kok sendirian aja jualannya? Ga takut apa, di tengah hutan begini?” kataku sambil melirik ke arahnya. Wanita itu hanya tersipu. Lalu sambil menyodorkan sepiring pisang goreng diapun mulai bicara.

” Biasanya ada suami saya, Aa. Tapi sudah seminggu suami teteh pergi ke Bandung sampai sekarang belum kembali,” Kata wanita itu dengan wajah mulai meredup. ”Teteh mah khawatir, terjadi apa-apa dengan suami teteh.”

” Kalo boleh tau, nama teteh siapa?”

” Darsih.”

” Teh Darsih mau ikut saya ke Bandung, cari suaminya?” Kataku iseng. Di luar dugaanku wanita itu mengangguk cepat. Waduh, bagaimana ini aku kan cuma iseng ngajak dia. Aku pikir dia tidak akan mau, tapi kok malah pengen ikut. Duh ...

” Nanti sesampai di Bandung, abi teh ada saudara. Aa mah tidak usah khawatir. Darsih mah tidak akan merepotkan,” Kata wanita itu meyakinkanku. 

Akhirnya mobil yang kukendarai mulai bergerak menuju Bandung. Ditemani Darsih. Sesekali kulirik dari sudut mataku, wajah wanita itu. Dia tau lalu tersipu sambil membetulkan kerudung merah yang menutupi rambutnya.

Aku sempatkan lagi melirik ke arah Darsih. Wanita itu tertidur rupanya. Astaga ... kain kebaya wanita itu tersingkap. Jantungku berdebar kencang melihat pahanya yang mulus.

Aku mulai berpikir jahat. Entah kenapa tiba tiba aku mulai merencanakan sesuatu terhadap Darsih. Bisikan bisikan jahat itu begitu kuat, hingga membuat jantungku berdebar-debar. Tiba-tiba Darsih terbangun.

” Sudah sampai Bandung, Aa?”

” Belum, kita ke Hotel dulu.”

” Hotel teh, naon Aa?”

” Kalo kita sudah sampai di Hotel, teteh istirahat dulu di sana ya? Nanti saya sewakan kamarnya. Biar saya tidur di mobil saja,” Kataku pada Darsih.

” Muhun Aa, punteun sudah merepotkan."

Akhirnya mobil yang kukendarai mulai bergerak mencari penginapan terdekat, ditemani Darsih. Sekali lagi kulirik wajah Darsih, dia pun kembali tersipu sambil mempermainkan ujung kerudung merahnya.

Aku membatalkan niat jahatku terhadap Darsih, wanita lugu itu. Dan setelah mendapat penginapan, aku mengantarkan Darsih ke dalam kamarnya. Kemudian setelah itu aku menuju parkiran untuk beristirahat di dalam mobil.

(((Duk .. duk .. duk ...)))

Aku terbangun. Seseorang nampaknya mengetuk jendela mobilku, sambil memberi isyarat agar aku menjalankan mobil. Yang membuat aku heran, aku masih berada di tepian hutan Nagreg ke arah Bandung. Bukan di parkiran hotel tempat Darsih menginap. Lalu di mana Darsih? Wanita itu tidak ada di sebelahku. Yang tertinggal hanya selendang merahnya dan aroma bunga kamboja.

***

#braggingrights #coretanembun #fiksi #ceritamisteri #horroraddict

Tidak ada komentar: